Oleh :Dasman Boy Dt Rj Dihilie
(Wartawan Utama)
SUMATERA BARAT (Sumbar) memiliki potensi wisata alam, yang tak kalah menariknya dengan daerah lain. Bahkan, tak kalah dengan wisata alam yang dimiliki Pulau Dewata Bali. Termasuk wisata alam yang dimiliki Kota Padang, salah satunya wisata bahari, yang dikenal Taplaw (Tapi Lawiek) oleh warga lokal.
Selain keindahan Taplaw, juga ditambah dengan paduan berbagai citarasa kulinernya. Namun, sayang salah satu destinasi wisata unggulan di Ibukota Provinsi Sumbar ini masih dikelola separuh hati. Pemangku kebijakan kadang – kadang hanya sekadar mengambil moment pencitraan saja di objek wisata ini.
Belakangan, para tokoh masyarakat dan pemerhati wisata kota sudah sering memberikan saran dan masukan yang membangun terhadap penguasa kota ini. Apalagi, telah dimulainya pembangunan jalan Tol Padang – Pekanbaru, walaupun hanya rampung hingga Sicincin Padangpariaman. Namun, mustahil tak akan dilanjutkan.
Maka berangkat dari itu SKPD terkait di Pemko Padang melalui pasangan penguasa Fadly Amran – Maigus Nasir, seharusnya mulai bergerak membenahi pariwisata Ranah Bingkuang ini. Kenapa demikian, jika insfrastruktur jalan tol sudah tuntas nanti. Mau tak mau wisatawan dari provinsi tetangga Riau, semakin lancar akses transportasinya untuk berwisata ke Sumbar. Sebab, mereka punya uang kita punya destinasi wisata. Bagaimana kita mengelola wisata bahari dan alam kita seperti daya tarik Pantai Lohsari di Makassar Sulsel, Pantai Malalayang Manado Sultra dan Pantai Kutanya Bali.
Kemudian, kehadiran mereka sebagai wisatawan perlu dijamin keamanan dan kenyamanan mereka. Sebab, orang berlibur itu menginginkan jaminan keamanan dan kenyamanan. Terutama mereka tak ingin diganggu tukang parkir dan pengamen serta bentuk pungli lainnya. Antara lain, harga kuliner yang ada di objek wisata, tidak main pakuk alias main dabih. Jika ini terjadi tentu hal ini membuat jera pengunjung. Mereka jera takkan pernah balik lagi. Dan , informasi ini bakal menyebar publik.
Kemudian, soal parkir dan pengamen, juga membuat wisatawan tak nyaman. Tukang parkir tanpa embel embel resmi serta karcis resmi dari SKPD terkait, sering dikeluhkan pengunjung. Belum lagi motor diparkir, baru berada di atas motor saja sudah datang tukang parkir minta uang parkiran.
Mereka yang sering membuat pengunjung tak nyaman ini bagaikan berhala yang menjadi momok bagi wisatawan untuk enggan kembali lagi. Mereka ini perlu diberikan pemahaman sadar wisata. Mereka juga diberi dilibatkan di destinasi wisata itu dalam meningkatkan kesejahteraannya. Sebab, jika sektor wisata menggeliat akan menyeret, berbagai sektor ekonomi lainya.
Tentu untuk meningkatkan sektor pariwisata ini tidak cukup hanya dengan sekadar pencitraan saja. Sementara, anggaran untuk SKPD yang mengelola pariwisata ini hanya diguyur ratusan juta saja. Apa yang bisa diperbuat untuk membangun sektor pariwisata, dengan budgeting ratusan juta itu.
Di sisi lain, jika Pemko Padang tidak membenahi daya tarik pariwisatanya terutama wisata bahari nya sejak sekarang. Maka tak menutup kemungkinan Kota Padang disalip potensi alam bahari yang ada di Kabupaten Padangpariaman dan Kota Pariaman. Apalagi, Piaman ini memiliki Bungo Galeh wisata pantai yang terkenal dengan Hoyak Tabuiknya. Sedangkan, Kota Padang tak memiliki Bungo Galeh wisata pantai dengan kalender yang jelas setiap tahun.
Apalagi, kalau Pemkab Padangpariaman mulai berbuat membenahi sektor wisata bahari nya, maka pasti wisatawan dari tetangga Riau akan dulu singgah di Piaman. Sebab, mereka ke Kota Padang terlebih dulu melewati Piaman. Itu pun, wisatawan tetangga itu singgah dulu menikmati sejuknya Kota Bukittinggi. Apalagi potensi wisata bahari Padangpariaman tak obahnya seperti raksasa yang sedang tertidur, plus dengan berbagai citarasa kulinernya. Dan bisa menandingi wisata bahari Kawasan Mandeh Pesisir Selatan, yang dikenal Raja Ampatnya Sumbar.
Jika Pemkab Padangpasiman membenahi wisata pantainya, mereka mempunyai kelebihan dari Kota Padang. Padangpariaman memiliki garis pantai yang panjang sekitar 60,50 kilometer. Kabupaten ini terletak di pesisir barat Pulau Sumatra dan berbatasan dengan Laut Indonesia.
Sedangkan, garis pantai Kota Padang hanya sekitar 84 kilometer. Pantai Padang membentang dari Kecamatan Koto Tangah hingga Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Belakangan pemangku kebijakan di Kota Padang baru membangun sektor pariwisata sekadar parsial dan tambal sulam. Ke depan membangun pariwisata ini butuh rencana yang terukur dan terstruktur, baik dukungan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Tentu kita sangat mengharapkan kepala daerah yang sarat karya (kinerja) minus pencitraan. Jangan sarat pencitraan, minus karya. Karena manusia mati meninggalkan karya, Harimau mati meninggalkan belang. Di mana pemimpin habis jabatannya meninggalkan nama sekaligus karya, bukan pencitraan. Apalagi pencitraan bertopeng relijius, hanya untuk mendustai masyarakatnya. (*)