PADANG – Capaian kinerja Pemerintahan Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) di bawah kepeimimpinan Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah dan Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy pada 2023 lampaui target pencapaian makro pembangunan.
Beberapa indikator pencapaian makro yang berhasil melampaui target tersebut yakni indikator Indeks Gini (Ratio). Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, angka gini ratio Sumbar makin menyempit.
“Pada tahun 2023 lalu, ditargetkan 0,296 persen, berhasil direalisasikan sebesar 0,280 pada posisi Maret. Bahkan, dengan realisasi ini Sumbar berada di nomor tigas terendah nasional,” ungkap Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah saat ekspose capaian yang diraih Sumbar selama 2023 dan Outlook APBD Sumbar 2024, pekan lalu.
Dengan pencapaian tersebut, artinya, ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin tidak begitu jaug. Untuk tahun 2024 ini berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) targetnya sebesar 0,293. Sedangkan target Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yakni 0,290.
“Meski gini ratio rendah, Pemprov Sumbar tetap berupaya meminimalkan kesenjangan ini dengan membangun infrastruktur dan memberikan insentif bagi daerah nagari-nagari terpencil,” ucap Mahyeldi didampingi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, Medi Iswandi, Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Kominfotik), Siti Aisyah dan Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setdaprov Sumbar, Mursalim.
Pada 2021, Sumbar memiliki tiga nagari kategori sangat tertinggal. Tetapi pada 2023, tidak ada lagi nagari sangat tertinggal di Sumbar.
Saat ini, yang ada kategori nagari tertinggal sebanyak 25 nagari dari sebelumnya 35 nagari tertinggal, kategori nagari berkembang 298 nagari dari sebelumnya 415 nagari berkembang, nagari maju menjadi 486 nagari dari sebelumnya 399 nagari maju serta nagari mandiri menjadi 226 nagari dari sebelumnya hanya 76 nagari mandiri.
“Salah satu yang mempengaruhi gini ratio di Sumbar menjadi rendah adalah kemajuan yang dicapai nagari-nagari ini, sehingga mereka mampu naik kelas. Seperti dari nagari tertinggal naik kelas menjadi nagari berkembang, dari nagari berkembang menjadi nagari maju dan seterusnya,” jelas Mahyeldi.
Indikator lainnya, tingkat kemiskinan. Di mana dari target tahun 2023 sebesar 6,16 persen, realisasinya mencapai 5,90 persen pada posisi Maret.
Pencapaian ini memposisikan Sumbar sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan nomor enam terendah nasional. Tahun 2024 ini berdasarkan RPJMD target tingkat kemiskinan sebesar 6.03 persen dan berdasaran RKPD sebesar 5,62 persen.
Sementara berdasarkan indikator jumlah penduduk miskin. Dari target sebanyak 353,68 ribu jiwa tahun 2023, realisasinya dapat diturunkan menjadi 340,37 ribu jiwa (Maret).
Pada 2024 ini targetnya jumlah penduduk miskin berdasarkan RPJMD sebanyak 350,62 ribu jiwa dan RKPD sebanyak 324,71 ribu jiwa.
Untuk mengatasi kemiskinan di Sumbar, dilakukan dengan memberdayakan para pedagang dan UMKM. Dalam pembinaan dan pemberdayaan UMKM perlu diarahkan kepada kebutuhan pariwisata dan kebutuhan ekspor, dengan meningkatkan kualitas produksi UMKM.
Namun, yang paling penting dalam mengatasi kemiskinan suatu daerah yakni dengan membuka akses. Di mana, akses ini sangat penting untuk menjadikan suatu kawasan menjadi pusat ekonomi baru.
Mahyeldi mencontohkan, seperti yang dilakukan Universitas Negeri Padang (UNP) yang membuka akses pendidikan dengan mendirikan kampus di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Hadirnya UNP di daerah tersebut berdampak tidak hanya peningkatan kualitas pendidikan tetapi juga terhadap ekonomi masyarakat di sana.
Contoh lainnya, pembangunan jembatan yang menjadi akses bagi masyarakat di Galugua Kabupaten Limapuluh Kota, dengan adanya jembatan tersebut maka komoditi sawit di Galugua bisa dibawa ke Pangkalan dan jadi sumber ekonomi.
“Dengan adanya akses, maka perlu dibangun sekolah, sarana pelayanan kesehatan dan pasar untuk bangkitkan ekonomi dan pertanian masyarakat,” terangnya.
Indikator berikutnya, kemiskinan ekstrem. Dari target kemiskinan ekstrem sebesar 0,50 persen, realisasinya mencapai 0,41 persen. Realisasi ini membuat posisi Sumbar menjadi daerah nomor enam terendah nasional.
Target 2024 berdasarkan RPJMD dan RKPD kemiskinan ekstrem ini harus mencapai nol (zero) di Sumbar.
Kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti, sandang pangan dan papan, dengan pendapatan paling rendah sekitar Rp15.000 per hari, sehingga tidak cukup untuk makan sehari-hari.
Pada 2024, Pemprov Sumbar optimis angka kemiskinan ekstrem ini menjadi nol. Pasalnya, kemiskinan ekstrem umumnya terjadi di perkotaan, semua kebutuhan hidup warga kota harus dibeli.
Sedangkan di nagari, agaknya tidak ada masyarakat yang tidak punya rumah, tidak punya pakaian, apalagi sampai tidak makan. Semua kebutuhan masyarakat nagari dapat terpenuhi. Apalagi orang Minang terkenal dengan kepemilikan tanah ulayatnya sebagai modal sosial bagi anggota kaumnya.
Untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem ini, menurut Mahyeldi, tidak terlepas dari terbentuknya Tim Kordinasi Penangggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi Sumbar melalui program dan kegiatannya.
Mahyeldi mengatakan, Pemprov Sumbar mendorong pemkab/pemko untuk memprioritaskan kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Saat ini, lebih dari 42 persen APBD kabupten/kota itu dialokasikan untuk belanja pegawai. Artinya, sedikit anggaran untuk kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat.
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah kita mendorong pemkab/pemko termasuk OPD Pemprov Sumbar untuk menggelar rapat atau pertemuan di nagari sehingga perputaran uang langsung ke masyarakat,” terangnya.
Pemprov Sumbar juga ikut turun tangan membantu fiskal pemkab/pemko yang tidak mampu. Misalnya untuk sektor pariwisata yang menjadi unggulan suatu daerah dan diyakini dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, jika pemkab tidak sanggup mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pariwisata itu maka Pemprov Sumbar akan membantu dengan pola sharing anggaran.
Melalui APBD Sumbar 2024, juga dialokasikan anggaran Rp660 miliar pada 20 OPD untuk percepatan penurunan kemiskinan ekstrem ini. Ada tiga strategis besar yang dilakukan Pemprov Sumbar.
Pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat, dengan 45 sub kegiatan pada 9 OPD, seperti kegiatan bantuan untuk panti asuhan, bantuan saprodi pertanian, beasiswa dan lainnya.
Termasuk, bantuan sosial reguler, seperti Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako. Bantuan sosial khusus, seperti Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD), Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Sosial Presiden, Top Up bansos reguler.
Pemberian Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional. Bantuan dan rehabilitasi sosial bagi kelompok berkebutuhan khusus seperti lanjut usia, anak, dan penyandang disabilitas
Kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan 25 program kegiatan pada 9 OPD, misalnya melalui program entrepreneur. Langkah ini dilakukan dengan peningkatan akses pekerjaan, melalui program Padat karya, bantuan individu/ kelompok, serta penyediaan sarana dan prasarana.
Kemudian, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, melalui program vokasi dan pelatihan. Meningkatkan akses kelola sumber daya hutan bagi Masyarakat dan Meningkatkan unit usaha berbasis kehutanan.
Pendampingan dan penguatan kewirausahaan, melalui peningkatan akses pembiayaan dan pasar serta pendampingan dan penguatan
kewirausahaan. Pengembangan dan penjaminan keberlanjutan usaha ultra mikro dan mikro
Ketiga, meminimalkan wilyah kantong kemiskinan, dengan 29 sub kegiatan pada 12 OPD, salah satunya membangun instrastruktur hingga ke pelosok nagari.
Selain itu, pemenuhan pelayanan dasar, seperti peningkatan akses layanan dan infrastruktur pendidikan, layanan dan infrastruktur kesehatan, sanitasi air minum layak. Peningkatan konektivitas antar wilayah, seperti pembangunan dan peningkatan sarana transportasi serta pembangunan infrastruktur jalan.
Indikator pencapaian makro pembangunan berikutnya, angka pengangguran terbuka di Sumbar. Pada 2023 dari target 6,45 persen berhasil direalisasikan sebesar 5,94 persen. Namun soal angka pengangguran ini, kondisi di Sumbar sedikit berbeda dari biasanya. Lazimnya, jika angka pengangguran tinggi maka angka kemiskinan juga akan naik.
Tetapi di Sumbar yang terjadi angka kemiskinan rendah tetapi angka pengangguran tinggi. Hal ini terjadi di antaranya karena UMKM di Sumbar yang didominasi kelompok mikro tidak terdata aktivitasnya termasuk serapan tenaga kerjanya.
“Pada beberapa kasus, ada pula warga yang tidak bekerja tetapi selalu mendapat kiriman biaya dari sanak saudaranya di rantau,” tambah Kepala Bappeda Sumbar, Medi Iswandi.
Meski demikian, untuk mengatasi pengangguran terbuka ini Pemprov Sumbar fokus pada sektor pertanian dengan menghidupkan ekonomi nagari, menciptakan pertumbuhan ekonomi baru di kabupaten/kota agar terjadi pemerataan pendapatan.
“Kita berharap, jika Pelabuhan Teluk Tapang dan Pelabuhan Panasahan di Pessel sudah beroperasi maksimal, maka dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya.(Adv)
Comment