PADANG – Saat ini Sumbar sedang menghadapi kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Modusnya di pekerjakan keluar negeri kemudian ditelantarkan.
Hal itu terungkap pada Rakor Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO) yang digelar Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumbar, Senin (3/7/2023) di Ruang Rapat Istana Gubernur Sumbar.
“Kasus tersebut sedang ditangani Polda Sumbar. Dari informasi yang disampaikan Polda Sumbar telah tetapkan 2 orang pelaku sebagai tersangka. Telah dilakukan peninjauan langsung korban ke Malaysia,”ungkap Plh. Sekdaprov Sumbar, Devi Kurnia.
Sekarang jumlah korban mencapai 17 orang, yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 11 orang laki-laku yang di tampung sementara di Shelter KBRI Malaysia menunggu proses pemulangan ke Sumbar.
Dan terakhir muncul berita kejadian TPPO di Politeknik Payakumbuh kasus tahun 2021 yang telah langsung ditangani Bareskrim. Meski tidak ada usia anak dalam kasus ini, namun ini adalah kejahatan yang serius.
“Kita berharap pihak terkait untuk berkoordinasi dengan pihak KBRI tentang proses kepulangan korban ini, Untuk memberantas TPPO dari hulu sampai hilir di Sumbar memerlukan ’kerja bersama’ dari semua para pihak, mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga masyarakat, dan lembaga pemerintah mulai dari tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat,”sebutnya.
Menurutnya, sinergitas kebijakan, program dan kegiatan di semua lini yang memiliki daya ungkit tinggi diperlukan untuk menghapuskan faktor penyebab TPPO. Demikian juga disaat terjadi korban TPPO, penanganannya tidak dapat diserahkan hanya pada satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi, koordinasi, dan aksi bersama sebagai sebuah tim untuk dapat melindungi/memberikan hak-hak korban dan saksi, serta penegakan hukum bagi pelaku.
“Salah satu tantangan dan permasalah utama dalam pemberantasan TPPO saat ini adalah terletak pada kondisi Gugus Tugas yang dimandatkan oleh UU No. 21 Tahun 2007 dan Perpres No. 69 Tahun 2008 untuk mengefektifkan upaya pencegahan dan penanganan TPPO,”ujarnya.
Permasalahan ini mengakibatkan kerja bersama yang harmonis, sinergis, dan terintegrasi dalam upaya pencegahan dan penanganan TPPO kurang berjalan sebagaimana diharapkan. Untuk
Kepala DP3AP2KB Sumbar, Gemala Ranti mengatakan data kasus TPPO Sumbar yang tercatat di SIMFONI PPA mulai dari tahun 2020 sampai dengan 2023 ini hanya 8 kasus Terdiri 4 kasus terjadi pada anak dan 4 kasus lagi pada perempuan.
“Ini menjadi pekerjaan rumah kita semua, Kasus Kekerasan terhadap perempuan (KtP) termasuk TPPO masih menjadi yaitu kasus yang teridentifikasi belum menggambarkan jumlah seluruh kasus yang ada di masyarakat,”katanya.
Hal tersebut disebabkan sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa kasus KtP merupakan “aib” dan masalah “domestik” dalam keluarga, yang tidak pantas diketahui orang lain. Sedangkan untuk kasus TPPO, sebagian besar masyarakat
belum memahami tentang TPPO sehingga
“Menganggap hal tersebut wajar dan tidak pantas dilaporkan, terutama jika pelaku merupakan keluarga sendiri, sehingga diselesaikan secara kekeluargaan,”ujarnya.
Rapat itu dihadiri perwakilan Polda Sumbar, BP2MI Wilayah Sumbar, Imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja Pasaman Barat.
Rapat tersebut menyimpulkan, permohonan pemulangan korban TPPO sudah disampaikan 2 pekan lalu oleh KBRI ke Imigrasi Malaysia. Biasanya prosesnya mencapai 1 bulan.
BP2MI Sumbar menyebutkan, saat ini korban belum bisa dipulangkan karena terkait penyelesaian administrasi biaya denda yg harus dipenuhi. Denda harus dibayar sebanyak 30 ringgit/hari. Berkisar Rp10 juta hingga Rp12 juta/orang. Jika dipenuhi, maka akan selesai dalam 30 hari.
Untuk itu, Pemda Pasbar akan intens membahas tentang biaya pemulangan korban TPPO tersebut. Karena harus membayar sejumlah denda. Proses pemulangan berada di BP2MI dan Dinsos. Sementara DP3AP2KB, Dinsos, BP2MI, Polda, Imigrasi dan Pemda Pasbar tetap berkoordinasi.(Bdr)
Comment