PADANG-Warga Komplek Bumi Lareh Permai (BLP) Lubuk Gajah Sungai Lareh Kelurahan Lubuk Minturun Kecanatan Koto Tangah Kota Padang komplain truk developer membawa material urugan melewati jalan komplek perumahan mereka.
Bahkan, warga Komplek BLP terpaksa melayangkan surat ke Walikota Padang dan Dinas PUPR Padang menolak jalan Komplek mereka dijadikan akses jalan mengangkut material ke lahan pembangunan perumahan, yang berada di belakang Komplek BLP tersebut.
Warga BLP RT 01/RW 08 Kelurahan Lubuk Minturun Kecanatan Koto Tangah ini menilai lalu lalang truk tesebut membuat pondasi rumah mereka bergetar. Karena, kontur tanah yang labil, karena dasar tanahnya sebelum dibangun rawa-rawa.
“Penolakan kami ni karena kontur tanah di Komplek BLP Lubuk Gajah Sungai Lareh Kelurahan Lubuk Minturun ini labil, sehingga membahayakan kondisi rumah warga,” ujar Alizar Jambak, salah seorang tokoh masyarakat setempat, Selasa (15/12/2020?).
Informasi di lapangan, truk pengangkut material bahan bangunan itu sudah lalu lalang melewati jalan Komplek BLP sudah berjalan dua pekan lalu. Namun, pihak developer belum meminta izin kapada warga untuk memanfaatkan jalan lingkungan Komplek sebagai akses memasok material timbunan ke lahan pembangunan mereka.
Lahan pembangunan itu persis berada di belakang Komplek BLP Sungai Lareh Koto Tangah, tapi beda kecematan BLP. Lahan developer itu berada di Ladang Keladi Kelurahan Sungai Sapih Kecamatan Kuranji. Karena lahan pembangunan perumahan subsidi yang dibangun PT Guna Griya Abadi (PT. GGA) tersebut berada di perbatasan Kecamatan Kuranji dan Koto Tangah.
Sementara, Pimpinan PT GGA Yeyen melalui handphone-nya, Rabu (16/12/2020) mengakui, telah mendapatkan izin. Bahkan, untuk kompensasi untuk melalui lahan tersebut warga telah memasukan surat kepada perusahaannya. “Surat permintaan kompensasi dampak kendaraan kami melalui jalan warga BLP itu sudah dilayangkan kepada kami. Dan surat itu ditandatangani Ketua RW dan RT,” ujar Yeyen.
Dikatakan Yeyen, melalui surat tersebut warga meminta uang kompensasi senilai Rp65 juta. Namun, ia tidak menyanggupi dan menawsarkan senilai Rp10 juta, dengan syarat kerusakan rumah diperbaiki perusahaan. Tapi, katanya, warga menolak. Lalu, beri pilihan lain senilai Rp20 juta, tapi dengan syarat kerusakan rumah warga di luar tanggungjawab perusahaan. (rjk)
Comment