Ekonomi

Derita Perantau di Kota Arang, Pulang Kampung tak Bisa Bantuan tak Dapat Pula

444
×

Derita Perantau di Kota Arang, Pulang Kampung tak Bisa Bantuan tak Dapat Pula

Sebarkan artikel ini

PADANG – Sembari menggendong anaknya berumur 4 tahun Aida (33) tergopoh-gopoh mengunjungi tetangganya sesama perantau. Berharap mendapatkan dukungan agar bisa memperoleh bantuan dari pemerintah dampak wabah covid-19.

Dari jauh anaknya kelas 4 SD mengikuti dari belakang. Kebetulan, anak masih di rumah, karena sekolah sudah belajar dari rumah. Setidaknya ada 12 kepala keluarga (KK) yang terkumpul sebagai perantau. Mereka juga berasal dari daerah yang berbeda-beda.

Aida, adalah warga Desa Sijantang, Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto. Dia mengikuti suaminya yang menjadi pekerja tambang batu bara di Kota Sawahlunto. Mereka berada di Kota Arang itu sejak 1999 lalu.

Ibu dua anak tersebut asli Desa Kali Mendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Mereka datang ke Kota Sawahlunto sebagai pendatang.

“Saya hidup dari penghasilan suami sebagai penambang. Suami saya bekerja di lobang, gajinya harian,”sebut Aida pada wartawan.

Kekawatiran Aida tidak hanya pada pekerjaan suaminya. Namun belakangan pendapatan suaminya sudah tidak bisa memenuhi kebutuhannya lagi. Karena wabah covid-19 tidak hanya menghentikan aktifitas pasar, tapi juga aktifitas di tambang.

Buktinya, dalam dua minggu terakhir suaminya gagal masuk ke lobang tambang. Karena tidak ada kepastian dari tempatnya bekarja untuk masuk lobang. Bahkan ketika suaminya bersama pekerja lain memaksakan datang ke lobang, kebetulan gas metan tinggi.

“Ndak jadi juga masuk, sudah pasti tidak ada penghasilan,”katanya.

Kontan saja, mereka harus bergantung dari tabungan untuk memenuhi kebutuhan harian. Bahkan, jika dalam dua minggu ke depan tidak ada juga pemasukan, tabungan nyaris habis. Karena hidup di rantau, tidak hanya makan yang beli, semuanya dibayar, termasuk kontrakan.

Apalagi, setelah mereka sesama perantau tidak ada kepastian, apakah termasuk yang menerima bantuan dari pemerintah sebagai warga terampak wabah covid-19 atau tidak. Karena dia sudah mendengarkan dari tetangganya yang sesama perantau tidak masuk dalam warga penerima bantuan dampak wabah covid-19.

Baca Juga:  TSR I Pemkab Tanah Datar Silaturahmi dengan Jamaah Masjid Darul Amal Tigo Jangko

Saat dalam kondisi normal, pendapatan suaminya juga tidak begitu banyak. Karena bekerja di lobang tambang tidak bisa setiap hari, jika hari hujan tidak bisa bekerja. Tambang dipenuhi air. Kadang cuaca bagus, tapi gas metan tinggi, bahaya untuk bekerja.

Dengan itu, mereka sangat kawatir kebutuhan tidak terpenuhi. Harapannya jika pemerintah menyalurkan bantuan. Paling tidak ada makanan agar bisa bertahan hidupp.

Namun, hatinya tak enak. Setelah ada kabar yang berhak menerima bantuan adalah warga yang punya KK di Desa Sijantang. Sementara bagi perantauan tidak masuk dalam daftar penerima bantuan dampak covid-19.

“Jadi kawan dari Aceh, kemarin sempat nanya. Mereka tidak masuk yang mendapat batuan, karena tidak punya kartu keluarga (KK) di Desa Sijantang,”ungkapnya.

Mendapatkan kabar itu, Aida sudah tidak bisa berharap banyak lagi. Dia dan suaminya tidak ada pilihan untuk bertahan di Kota Sawahlunto. Dia akan pulang kampung, ke Jawa Tengah.

Namun, niatnya terbentur kebijakan pemerintah sudah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sehingga tidak bisa pergi ke Jawa, apalagi sudah tidak ada bus yang bisa keluar masuk dari Sumbar.

“Kami harus bagaimana lagi pak, penghasilan tidak jelas. Bantuan juga tidak ada,”ungkapnya.

Diakuinya, tanpa bantuan dari pemerintah mereka jelas akan kesulitan untuk kebutuhan makan. Jika mereka boleh pulang ke kampung, setidaknya menjelang kondisi normal, mereka bisa mengolah lahan pertanian. Dengan itu, bisa memenuhi makan.

Baca Juga:  Kunjungi Jorong Aia Lasi dan Jambak, Suryadi Asmi: KAN Saniang Baka Harapkan Pemkab Perhatikan Jalan Usaha Tani

Kini Aida hanya berharap, kondisi mereka sebagai perantau dan mencari hidup juga mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Karena mereka juga terdampak akibat wabah tersebut.

“Kalau memang bantuannya untuk yang terdampak wabah, kenapa kami tidak masuk. Kami juga terdampak. Kalau ukurannya KK, wabah itu tidak hanya warga asli Sijantang yang terdampak,”ujarnya.

Untuk itu, jika dalam dua minggu ini tidak ada kejelasan dengan pekerjaan suaminya dan bantuan pemerintah, dia pilih pulang kampung ke Pulau Jawa. Meski adalah larangan untuk keluar, dia akan memaksa untuk pulang.

“Dari pada kami tidak makan disini, baiknya kami pulang. Kalau dilarang bagaimana caranya kami pulang saja. Sekarang saja tidak jelas sampai kapan PSBB ini akan berakhir,”ujarnya.

Aida hanya bergantung dari pernyataan Presiden Jokowi, bantuan yang terdampak wabah virus korona harus dibagi rata. Semua yang terdampak berhak memperoleh bantuan.

Sebelumnya, Gubernur Irwan Prayitno menjawab kriteria penerima bantuan tersebut menegaskan Pemperintah Provinsi Sumatera Barat menyerahkan mekanisme penerima bantuan itu pada pemerintah kabupaten/kota. Karena yang tahu dengan kondisi warganya adalah kabupaten dan kota.

“Itu kita serahkan pada kabupaten dan kota. Apakah semua yang terdampak diberikan, mulai dari pemegang KK dan perantau. Silahkan, tapi layaknya memang semua terdampak,”ujarnya.

Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit juga sempat menegaskan. Kabupaten dan kota hendaknya jangan memilah siapa antara perantau dengan warga setempat sebagai penerima bantuan. Namun harus merata bagi penduduk yang berada di daerah tersebut.

“Hendaknya jangan dibeda-bedakan, karena semuanya sudah karena wabah ini. Jika mereka layak, silahkan dibantu tanpa melihat kartu keluarganya berada di daerah mana,”pungkasnya. (Bdr)