Ekonomi

Kaji Dampak SD Inpres Soeharto Terhadap Perekonomian, Ekonom Ini Raih Hadiah Nobel

602
×

Kaji Dampak SD Inpres Soeharto Terhadap Perekonomian, Ekonom Ini Raih Hadiah Nobel

Sebarkan artikel ini

PADANG – Dengan meneliti dampak Sekolah Dasar Instruksi Presiden, semasa Presiden Soeharto, Ekonom asal Amerika Serikat raih hadiah nobel.

Sebelumnya, hadiah Nobel di bidang ekonomi sudah diberikan kepada Abhijit Banerjee, Esther Duflo dan Michael Kremer. Ketiga warga AS itu, memenangkan penghargaan tertinggi atas penelitian mereka terkait kemiskinan global.

Berbeda dari kebanyakan peneliti yang melihat masalah kemiskinan secara luas, ketiga ekonom ini fokus pada isu-isu yang lebih spesifik seperti edukasi pada masyarakat miskin. Salah satunya adalah bagaimana meningkatkan kinerja sekolah di daerah-daerah miskin.

Dari ketiga pemenang tersebut, salah satunya adalah Esther Duflo. Perempuan berusia 46 tahun ini adalah tokoh termuda yang memenangkan Nobel selama 50 tahun terakhir dan merupakan perempuan pertama.

BACA JUGA  Soal Solar Subsidi, Pemerintah Diminta Perhatikan Ongkos Angkut

Tahukah Anda bahwa Duflo ternyata meneliti soal SD inpres di Indonesia?

SD Inpres merupakan proyek peningkatan kualitas pendidikan dasar di rezim Orde Baru. SD Inpres terbentuk dengan keluarnya instruksi presiden Nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD.

SD Inpres ini sering disebut “sekolah kecil” karena disediakan untuk anak-anak masyarakat miskin, di daerah terpencil. Kalaupun di wilayah perkotaan, SD Inpres berada di kawasan dengan penghasilan rendah, sementara di wilayah lebih maju pemerintah membuat SD negeri.

Penelitian ini diterbitkan di Agustus tahun 2000. Dengan judul schooling and labor market consequences of school construction in Indonesia: evidence from an unusual policy experiment (konsekuensi sekolah dan pasar tenaga kerja dari pembangunan sekolah di Indonesia: bukti dari eksperimen kebijakan yang tidak biasa).

BACA JUGA  Rakerda Dekopinda  Padang Diagendakan Medio November Mendatang 

Dalam abstraksinya ia menjelaskan penelitian ini berbasis pada realita yang terjadi di Indonesia tahun 1973 dan 1978. Di mana RI membangun lebih dari 61.000 SD.

Ia mengevaluasi efek dari program ini pada pendidikan dan upah. Dengan menggabungkan perbedaan antar daerah dalam jumlah sekolah yang dibangun dengan perbedaan antar kelompok yang disebabkan oleh waktu program.

Dalam risetnya, ia menunjukkan bahwa pembangunan SD Inpres menyebabkan peningkatan pendidikan dan pendapatan. Anak-anak usia 2 hingga 6 tahun di 1974 menerima 0,12 hingga 0,19 tahun lebih banyak pendidikan, untuk setiap sekolah yang dibangun per 1.000 anak di wilayah kelahiran mereka.

Menggunakan variasi sekolah yang dihasilkan oleh SD Inpres ini sebagai variabel instrumental, ke dampak pendidikan pada upah, ia mendapatkan kesimpulan bahwa kebijakan ini sukses ‘meningkatkan’ ekonomi. Bahkan pengembalian ekonomi sekitar 6,8% hingga 10,6%.

BACA JUGA  Gubernur Mahyeldi Sebut KPBU Dpat Pacu Pembangunan Infrastruktur Sumbar

Kebijakan SD Inpres sebenarnya, buah tangan dari teknokrat Widjodjo Nitisastro. Sayangnya meski menelurkan ide SD Inpres, ekonom ini tidak mendapatkan Nobel di bidang ekonomi.(*/Bdr)

Comment