Ekonomi

Program Tanam Kedelai di Sumbar Gagal, Ini Penyebabnya

892
×

Program Tanam Kedelai di Sumbar Gagal, Ini Penyebabnya

Sebarkan artikel ini
Seorang petani sedang berada di ladang kedele. foto net

Padang, Singgalang
Upaya Pemerintah Provinsi Sumbar untuk menjadi penghasil kedelai akhirnya tidak dapat terujud. Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat menyatakan mulai tahun 2019 ini, tidak lagi melakukan penanaman kedelai dengan sejumlah persoalan.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar, Candra mengakui banyak kendala di lapangan di saat berupaya melakukan penanaman kedelai. Salah satunya yakni mahalnya bibit kedelai yang mencapai Rp15 ribu per kilogram, pemeliharaaan, dan hal lainnya. Akibatnya membuat semangat petani menanam kedelai jadi kendor.

“Awalnya kita telah memulai gerakan menanam kedelai, melalui pajele (padi, jagung dan kedelai). Setelah dijalani, ternyata bibitnya mahal, dan biaya pemeliharaan cukup tinggi. Akibatnya kini lahan yang dulu sempat ditanami kedelai, ada yang beralih bertanam jagung,” katanya, Senin (13/05/2019).

Dijelaskannya, dalam melakukan penanaman kedelai ini, untuk satu kilogram bibit kedelai seharga Rp15 ribu itu hanya bisa memenuhi lahan seluas 40 meter. Apabila dikakulasikan untuk satu haktare lahan itu kurang lebih bisa menghabiskan 25 kilogram bibit kedelai, artinya uang yang harus dikeluarkan untuk satu haktare itu Rp375 ribu. Sementara untuk satu orang petani memiliki minimal dua haktare lahan kedelai.

Selain harga bibit yang terbilang mahal, biaya perawatan untuk bertani kedelai juga terbilang cukup rumit. Karena tanaman kedelai sangat rentan diserang hama yang mengakibatkan buah kedelai becak-becak hitam. Cara untuk mengantisipasi hama itu, perlu dilakukan penyemprotan secara teratur, melihat dari kondisi tanamannya. Kondisi ini akan semakin parah, apabila cuaca hujan sering melanda.

Baca Juga:  Harga Emas Makin Meroket, Ini Tips Investasi Emas yang Tepat

“Belum lagi untuk biaya panennya. Sebenarnya untuk meminamalisir biaya panen itu telah kita bantu alat mesin perontokannya melalui kelompok tani. Tapi persoalannya petani masih memilih cara tradasional, akibatnya cukup banyak tenaga yang dikerahkan dan membuat pengeluaran dana yang cukup besar,” ujarnya.

Di Sumbar, daerah yang disebut cukup luas bertanam kedelai dulunya, tersebar di Kabupaten Agam, Pasaman Barat, Sijunjung, Dharmasaraya, dan Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk masing-masing daerah itu, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat telah menyerahkan bantuan alat mesin untuk panen kadelai sebanyak 100 unit melalui kelompok tani. Ternyata bantuan tersebut tidak benar-benar membantu petani kedelai.

Menurutnya, dengan tidak ada lagi penanaman kedelai di Sumbar terhitung 2019 ini, merupakan langkah yang cukup sulit diambil oleh Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumatera Barat. Karena pada umumnya kedelai cukup banyak diminati di daerah Sumbar, terutama untuk usaha pembuatan tahu dan tempe.

Baca Juga:  KAI Divre II Sumbar Mencatat, Kereta Api Melintas Dilempari OTK

“Soal pasar kedelai, sebenarnya sangat bagus. Ya itu lagi, untuk memproduk kedelai itu biayanya cukup mahal. Jika dihitung-hitung petani hanya untuk sedikit dari biaya yang telah dikeluarkan. Kalau bicara masa panen, untuk kedelai setelah 100 hari tanam sudah bisa panen. Biasanya untuk 25 kilogram bibit itu, bisa memproduksi 1,5 ton kedelai,” jelasnya.

Candra menyebutkan untuk produksi kedelai di Sumbar saat ini masih tergolong rendah, yakni berkisar 1,15 hingga 1,32 ton per haktare, dengan luas tananam berflutuasi sangat signifikan sekitar 296 ha dengan produksi 1,19 ton per haktare, yang dibandingkan luar negeri 2,3 -3 ton per haktare.

Sementara untuk kebutuhan kedelai di Sumbar, Candra menjelaskan, kondisi saat ini kebutuhan kedelai bagi masyarakat di Sumbar terbilang cukup tinggi, dari produksi 241,05 ton per bulan atau 2.892,6 ton per tahun. Untuk menutupi kebutuhan kedelai Sumatera Barat, pemerintah mendatangkan kedelai dari Jambi, Riau dan Medan.

“Tingginya kebutuhan kedelai di Sumbar, karena ada 18 industri pengolahan kedelai di Sumatera Barat yang bergerak untuk membuat tahu dan tempe. Sekarang dengan tidak lagi melakukan penanaman kedelai, 18 industri itu harus membeli kedelai berbagai daerah melalui agen yang ada di Padang,” tegasnya. (m.noli)