Peristiwa

Optimalisasi PAD, Evi Yandri Minta Pemrov Sumbar Kongretkan Rekomendasi DPRD

29
×

Optimalisasi PAD, Evi Yandri Minta Pemrov Sumbar Kongretkan Rekomendasi DPRD

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua DPRD Sumbar Evi Yandri Rajo Budiman

PADANG – APBD tahun anggaran 2026 telah disepakati dan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah pada sidang paripurna DPRD pada Senin, (17/11/2025) lalu. Total APBD 2026 Rp6,41 triliun.

Sementara proyeksi pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yang ditargetkan Rp3,45 triliun, dan pendapatan transfer dari pemerintah pusat ditargetkan sebesat Rp2,75 triliun atau berkurang sebesar Rp429,7 miliar.

Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman menerangkan bahwa, pengurangan dana transfer ke daerah (TKD) yang mencapai Rp429,7 miliar mesti dicarikan solusinya untuk menutupi belanja daerah yang telah direncanakan.

“Guna menutupi kekurangan TKD ini, Pemrov dan DPRD akan melakukan optimalisasi pendapatan asli daerah yang bersumber dari penambahan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp18 miliar.

Pajak Air Permukaan Rp577 miliar, pajak Alat Berat Rp6,95 miliar dan dari Retribusi sebesar Rp21,5 miliar. Potensinya mencapai Rp618 miliar,” jelas politisi Partai Gerindra ini.

Evi Yandri menjelaskan, terkait Pajak Air Permukaan (PAP). DPRD Sumbar bersama Tenaga Ahli DPRD Sumbar telah melakukan kajian bersama OPD dan rekomendasinya sudah dikirmkan melalui surat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur pada 8 November 2025 lalu.

“Dalam surat tersebut DPRD merekomendasikan optimalisasi PAD dari sektor Pajak Alat Berat (PAB), dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebagaimana. Hal ini sesuai amanat UU nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, terutama Pasal 4 ayat (1) tentang objek pajak yang dipungut sesuai kewenangan pemerintah provinsi,” jelas Evi Yandri.

Terkait potensi penambahan PAD dari Pajak Air Permukaan pada sektor perkebunan dan industri, “Berdasarkan kajian kita bersama Tenaga Ahli DPRD dan OPD terkait, potensinya cukup besar. Rujukan hukum utama kita adalah Undang undang 1 tahun 2022 dan Peraturan Menteri PUPR tentang Tata Cara Perhitungan Besaran Nilai Perolehan Air Permukaan serta peraturan perundang undangan terkait lainnya. Potensinya bisa mencapai lebih kurang Rp600 miliar,” papar Sekretaris DPD Gerindra Sumbar ini.

Baca Juga:  Pangkalan LPG Terbakar di Padang Pariaman

Revisi Pergub
Dijelaskannya, guna mencapai target berdasarkan potensi tersebut, DPRD akan mendorong dan meminta Pemrov untuk segera melakukan Revisi Pergub No. 13 Tahun 2023 yang mengatur dasar penetapan Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP).

Namun mekanisme tarif, pengawasan lapangan, dan
sistem pelaporan serta verifikasi kami nilai perlu dioptimalkan sehingga diperlukan revisi dari Pergub tersebut.

Menurut hemat kami, akunya. Revisi Pergub diperlukan agar
nilai NPAP sektor perkebunan ditetapkan secara eksplisit, kemudian Nilai Perolehan Air Permukaan (NPAP) untuk Menentukan Faktor Ekonomi Wilayah (FEW) berdasarkan kondisi PDRB berlaku tahun sebelumnya, kemudia soal skema tarif bisa dikembangkan secara klaster berdasarkan volume penggunaan atau berbasis luas lahan seperti yang diterapkan di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Barat.

Di Sumatera Barat terdapat perkebunan sawit yang dikelola perusahaan besar swasta saja misalnya terdapat sekitar 217.905,93 hektar, belum lagi yang dikelola BUMN dan masyarakat dalam bentuk badan usaha koperasi, “Penetapan mekanisme tarifnya perlu disesuaikan. Bisa saja tarifnya akan berbeda sesuai status pengelolaan perkebunannya, termasuk pengawasan, verifikasi dan sistem pelaporannya” tukas Evi Yandri.

Sehingganya papar Evi Yandri, Pemrov perlu membentuk tim percepatan optimalisasi pajak daerah melalui SK Gubernur, yang melibatkan Sekretaris Daerah, seluruh Asisten, Bapenda, Dinas SDA, Dinas Perkebunan, Dinas ESDM, Biro Hukum, Inspektorat, termasuk dengan melibatkan Forkopimda seperti Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian.

Baca Juga:  Waspadai Cuaca Panas, Ini Tiga titik Kebakaran Lahan di Sumbar

“Tim ini bertugas mensupervisi pendataan, penetapan tarif, serta pengawasan terhadap pelaksanaan pungutan pajak, termasuk penerapan pilot project di kabupaten prioritas dengan basis perkebunan terbesar, seperti yang ada di Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Sijunjung, dan Agam sebagai tahap awal sebelum direplikasi di daerah lain. Tim juga bisa merumuskan skema bagi hasil dengan kabupaten penghasil sesuai aturan dan ketentuan. Penguatan basis data dan penerapan teknologi yang terintegrasi berbasis digital sudah,” pikir Evi Yandri.

Kepastian Hukum
Kemudian, jelas Evi Yandri, supaya potensi PAP dari sektor perkebunan dan industri ini dapat terlaksana secara partisipatif dengan wajib pajak, maka diperlukan pendekatan persuasif dan dialog multi pihak bersama pelaku industri perkebunan sawit, teh, kopi, dan lainnya melalui forum kesepakatan bersama. Hal ini penting untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dan memastikan keselarasan implementasi kebijakan pemerintah daerah, termasuk pengalokasian PAP untuk untuk kebutuhan infrastruktur dan sanitasi di areal kawasan perkebunan dan industri yang menjadi objek pajak.

Kemudian katanya. “Jaminan kepastian hukum juga menjadi perhatian. Misalnya melalui MoU dan pendampingan hukum antara Pemprov Sumbar dan Kejaksaan Tinggi serta pihak Kepolisian terkait fungsi pengawasan dan penegakan hukum pungutan Pajak Air Permukaan (PAP), Pajak Alat
Berat (PAB), dan Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB),” harap jelas Evi Yandri Rajo Budiman. (Rel/Bdr)