PADANG – Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat menegaskan tanah ulayat yang telah bersertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak bisa dijual secara sepihak oleh datuk.
“Kita pastikan tanah ulayat ini tidak bisa dijual datuk panghulu kaum begitu saja karena bersifat kolektif,” kata Fauzi Bahar di Padang, Ahad (13/4).
Ia menjelaskan bahwa sertifikat tanah ulayat yang didaftarkan ke BPN mencantumkan sejumlah nama tokoh adat. Karena itu, jika tanah ingin dijual atau digadaikan, wajib mendapat persetujuan dari seluruh nama yang tertera dalam sertifikat.
Jika salah satu dari nama yang tercantum sudah meninggal, maka proses penjualan atau penggadaian tanah wajib memperoleh persetujuan dari ahli waris.
“Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka proses jual beli dianggap batal dan tidak memiliki kekuatan hukum,” ujar Fauzi.
Ia menambahkan bahwa tanah ulayat yang telah bersertifikat justru lebih sulit untuk diperjualbelikan dibandingkan dengan tanah milik pribadi.
“Pada dasarnya, sertifikat tanah ulayat ini merupakan kepemilikan bersama, jadi lebih terlindungi secara hukum,” ujarnya.
Fauzi mengimbau para niniak mamak agar tidak ragu untuk menyertifikatkan tanah ulayat demi perlindungan jangka panjang.
“Jadi, pesan saya jangan cemas niniak mamak untuk menyertifikatkan tanah ulayat,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa gagasan menyertifikatkan tanah ulayat telah muncul sejak masa Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin.
Menurutnya, cita-cita tersebut bertujuan menjaga dan melestarikan tanah ulayat untuk kepentingan anak dan kemenakan di Ranah Minang.
“Setelah 25 tahun, cita-cita ini baru bisa diwujudkan oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto pada 2024,” katanya.
Fauzi menyebut sertifikat komunal telah diuji coba di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Limapuluh Kota dan dinilai sangat bermanfaat untuk tanah pusako tinggi. (Agusmardi)