Kota Padang

Retribusi Sudah Naik, Warga Kota Padang Masih Urus Sampah Sendiri, Ini Alasannya Kata DLH

409
×

Retribusi Sudah Naik, Warga Kota Padang Masih Urus Sampah Sendiri, Ini Alasannya Kata DLH

Sebarkan artikel ini
Layanan LPS di Kota Padang yang memungut sampah di rumah warga dengan becak motor saat ini masih berada dalam tahap pendataan. Foto: Dokumentasi DLH Kota Padang

PADANG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang akan merampungkan layanan Lembaga Pemungutan Sampah (LPS) di Kota Padang yang saat ini masih berada dalam tahap pendataan.

Kepala DLH Kota Padang, Fadelan Fitra Masta, mengatakan, program tersebut sudah dilaunching bulan Januari tahun 2025 ini. Menurutnya, setelah layanan tersebut terbentuk, masyarakat tidak perlu lagi membayar retribusi kepada petugas di lapangan. Cukup hanya membayar tagihan yang tertera di tagihan Perumda Air Minum Kota Padang.

Hal ini dikarenakan petugas kebersihan telah melaksanakan tanda tangan kontrak dengan DLH Kota Padang. Artinya, para petugas kebersihan digaji oleh Pemko Padang dalam tugasnya memungut sampah di rumah-rumah masyarakat, tanpa meminta imbalan lagi dari pemilik rumah.

Permasalahan yang saat ini muncul adalah kecepatan masing-masing kelurahan untuk membentuk LPS tersebut berbeda-beda. Di beberapa wilayah ada yang sudah rampung, sementara di wilayah lainnya ada yang belum.

Keterlambatan tersebut menyebabkan LPS belum dapat beroperasi di kelurahan, sehingga masyarakat menjadi double membayar, retribusi layanan kebersihan di PDAM dan membayar ke petugas perorangan.

“Setelah data tersebut selesai maka akan muncul berapa jumlah kebutuhan becak motor untuk kelurahan tersebut. Setelah itu akan direkrut petugas-petugas yang lama untuk bekerja yang digaji oleh Pemko Padang tanpa memungut retribusi lagi dari masyarakat,” katanya, Sabtu, (15/2/2025) dilansir dari Suara Rantau.

“Dari 104 kelurahan di Kota Padang, terdapat 62 kelurahan sudah selesai membentuk LPS dan telah melaksanakan tanda tangan kontrak dengan DLH. Sementara 42 kelurahan lainnya masih dalam pembentukan,” katanya.

Program pemungutan sampah yang dijalankan oleh LPS tersebut sebetulnya dapat menghemat beban pengeluaran masyarakat, karena tidak perlu lagi membayar kepada petugas perorangan yang biasanya mengangkut sampah dari rumah masyarakat, yang nominalnya lebih besar.

Agar pembentukan LPS dapat berjalan cepat dan efisien, Fadelan menghimbau masyarakat yang berada di kelurahan yang belum memiliki LPS untuk membantu percepatan proses pendataan yang dilakukan kelurahan.

“Semakin cepat pendataan selesai, maka akan semakin cepat pula LPS-nya beroperasi. Targetnya akhir bulan Maret LPS sudah menyeluruh, tidak ada lagi warga yang tidak terlayani oleh LPS,” katanya.

Katanya, tarif retribusi naik tersebut berdasarkan pada Perda Nomor 1 Tahun 2024 tanggal 5 Januari 2024, dan sebenarnya sudah naik dari tahun lalu. Namun hanya untuk kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas yang mulai pada bulan Oktober.

Di bulan Februari tahun ini, kenaikan tarif retribusi layanan sampah terjadi di seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut berbarengan dengan pembentukan LPS.

Dijelaskannya, pembentukan LPS dengan kenaikan retribusi layanan kebersihan tersebut sebetulnya tidak ada kaitannya. Seandainya jika Pemko Padang tidak melaunching program LPS pun, tarif retribusi tersebut juga akan naik berdasarkan perda tersebut.

“Program LPS ini dibentuk agar hal yang selama ini yang tidak diatur dan tidak tertib, sekarang ditertibkan. Jadi masyarakat cukup hanya membayar retribusi saja,” katanya.

Selain itu dia juga menjelaskan, manfaat yang didapatkan oleh masyarakat dari pembayaran retribusi layanan kebersihan tersebut ada dua, yakni kebersihan dan keindahan kota. Seperti kebersihan jalan dan pasar yang dapat dinikmati oleh seluruh orang.

Manfaat lainnya, layanan penanganan sampah, mulai dari pengambilan, pengumpulan, pengangkutan dari TPS ke TPA, dan pemrosesan sampah di TPA.

Terpisah, Syofyan Chandra salah satu LPS di Kecamatan Nanggalo mengungkapkan, walau telah melakukan kontrak kerja sama dengan DLH Kota Padang, tapi belum ada pembayaran dari DLH.

“Penandatangan kontrak telah dilaksanakan 5 Februari 2025. DLH berjanji melaksanakan pencairan 10 hari kerja dari penandatangan ini. Tetapi hingga hari ini (Minggu, 16 Februari 2025) belum terjadi pembayaran,” ucapnya.

Lebih lanjut, Syofyan Chandra mempertanyakan kenapa pencairan dari DLH begitu lama.

“Dulu kami secara mandiri mengangkut sampah dari rumah warga. Usaha ini dengan memungut biaya Rp17.000 ke rumah warga. Setelah menandatangani kerja sama dengan DLH kami belum menerima pembayaran. Saat ini biaya operasional yang kami tanggung lebih Rp11 juta. Kami berharap DLH cepat mencairkan,” pinta pengusaha angkutan sampah yang memiliki 8 becak motor dan 1 unit dump truck ini. (*)

Comment