PADANG – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat moratorium tambak udang vaname. Penghentian tersebut diberlakukan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing kabupaten/kota.
Moratorium itu sesuai Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 1011/INST-2021 tentang Moratorium Tambak Udang Vaname. Melalui instruksi gubernur tersebut, mengimbau beberapa kepala daerah menghentikan aktivitas pembukaan lahan baru untuk pembangunan tambak udang vaname yang tidak sesuai dengan Perda RTRW kabupaten/kota.
Kepala DKP Provinsi Sumbar, Desniarti mengatakan, moratorium tersebut menindaklanjuti maraknya tambak udang di sepanjang pesisir pantai Provinsi Sumbar saat ini. Menurutnya perlu pengaturan terhadap keberadaan tambak udang tersebut, agar tidak merusak lingkungan.
“Karena bagi tambak udang yang tidak punya instalasi pengolahan air limbah (IPAL) akan pengaruhi kualitas air. Termasuk air dalam tambak serta kualitas produksi udang itu sendiri,” terang Desniarti didampingi jajarannya saat silahturahmi dengan awak media, Jumat (20/1) di Kantor DKP Sumbar.
Desniarti tidak memungkiri, saat ini udang vaname menjadi perhatian yang besar bagi pasar luar negeri. Dengan potensi pasar yang menjanjikan, di tingkat nasional budidaya udang vaname ini menjadi program strategis pemerintah dengan target produksi 19 juta ton per tahun.
“Sekarang ini baru mampu memproduksi 1 juta ton. Di Sumbar, udang ini memiliki potensi besar khusus di daerah kawasan pesisir pantai,” terangnya.
Maraknya tambak udang vaname di Sumbar saat ini, awal pengembangannya tidak ada yang mengurus izin. Sehingga sebagian tambak ada yang disebar di pesisir pantai. Padahal, harusnya untuk mendirikan tambak udang, minimal jaraknya 100 meter dari bibir pantai.
Aturan mengenai pendirian tambak udang ini harusnya telah tertuang dalam RTRW kabupaten kota. Desniarti mengungkapkan, saat ini beberapa pemerintah kabupaten kota sudah merevisi RTRW-nya untuk mengatur tambak udang ini.
“Daerah yang telah merevisi RTRW-nya, yakni, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Kabupaten Padang Pariaman dan Agam. Daerah ini sudah mengubah RTRW-nya,” terang Desniarti.
Namun, bagi daerah lain yang belum merevisi RTRW-nya sementara sebagian daerahnya sudah terlanjur berdiri tambak udang di pinggiran pantai. Maka berdasarkan moratorium tersebut, agar dihentikan sementara pendirian tambak udang yang baru.
“Untuk melaksanakan moratorium ini kita sudah kordinasikan dengan pemerintah kabupaten kota agar melakukan evaluasi perkembangan tambak udang di daerahnya. Kita meminta pemerintah kabupaten kota untul mendata berapa yang dikeluarkan izinnya dan yang tidak mungkin dikeluarkan izinnya karena melanggar sepadan pantai,” tegas Desniarti.
Desniarti mengatakan, pihaknya juga akan menyurati Kementerian ATR/BPN, untuk memastikan apakah memungkinkan tambak-tambak udang yang terlanjur berdiri sebelum moratorium diizinkan melanjutkan usahanya. “Tapi setelah moratorium, tidak boleh diberi izin lagi mendirikan tambak baru,” tambahnya.(Bdr)
Comment