Pendidikan

Dreamtime, Dunia Sakral dalam Upacara Adat Aborigin

91
×

Dreamtime, Dunia Sakral dalam Upacara Adat Aborigin

Sebarkan artikel ini

Oleh: Evellyn Ikhlasa Ramadhani

BAGI orang Aborigin di Australia, setiap upacara adat bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga jendela menuju Dreamtime, masa penciptaan ketika roh leluhur membentuk bumi, sungai, gunung, dan semua makhluk hidup. Hingga kini, keyakinan ini menjadi inti dari setiap ritual, mulai dari inisiasi hingga upacara penguburan. Dreamtime bukan hanya mitos, melainkan cara orang Aborigin menjawab siapa mereka, dari mana mereka berasal, mengapa mereka harus menjaga alam, dan bagaimana identitas mereka tetap bertahan meski menghadapi modernisasi.
Dreamtime bagi orang Aborigin adalah fondasi spiritual sekaligus pedoman hidup. Mereka percaya bahwa roh leluhur menciptakan dunia melalui perjalanan panjang yang meninggalkan jejak di alam. Gunung, sungai, dan batu besar seperti Uluru dianggap sakral karena diyakini sebagai peninggalan masa penciptaan. Kisah-kisah Dreamtime diwariskan secara lisan melalui cerita, tarian, nyanyian, dan lukisan, sehingga generasi muda memahami asal-usul mereka dan tanggung jawab menjaga keseimbangan dengan alam.
Konsep ini paling jelas terlihat dalam upacara inisiasi. Saat anak laki-laki memasuki kedewasaan, tetua adat menceritakan kisah Dreamtime sebagai pengingat bahwa mereka adalah bagian dari warisan leluhur. Tubuh peserta dilukis dengan simbol oker merah dan putih, sementara tarian dan nyanyian sakral menghidupkan kembali perjalanan roh leluhur yang pernah menciptakan dunia.
Selain itu, upacara kesuburan dan penguburan juga berakar dari Dreamtime. Tarian yang menirukan hewan totem, seperti kanguru atau burung emu, dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah, sedangkan ritual penguburan dipimpin dengan lagu dan doa agar roh orang yang meninggal dapat kembali ke tanah leluhur. Kedua upacara ini menegaskan bahwa kehidupan dan kematian bukanlah awal dan akhir, melainkan bagian dari siklus abadi yang ditetapkan sejak Dreamtime.
Kini, meski sebagian ritual masih bersifat tertutup, Dreamtime juga diperkenalkan lewat festival budaya. Tarian, musik didgeridoo, dan lukisan pasir ditampilkan untuk masyarakat luas sebagai bukti bahwa tradisi ribuan tahun lalu masih relevan di era modern. Dengan cara ini, orang Aborigin menunjukkan bahwa Dreamtime bukan sekadar cerita kuno, melainkan identitas yang terus hidup hingga hari ini.
Dreamtime bagi masyarakat Aborigin bukan hanya mitos masa lalu, melainkan fondasi identitas, spiritualitas, dan hubungan harmonis mereka dengan alam. Melalui berbagai ritual seperti upacara inisiasi, kesuburan, dan penguburan, Dreamtime terus diwariskan secara turun-temurun agar generasi muda memahami asal-usul mereka dan menghormati warisan leluhur. Meski zaman berubah, nilai-nilai Dreamtime tetap hidup dan dipelihara, bahkan diperkenalkan ke dunia melalui festival budaya. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan berdampingan demi menjaga kelestarian budaya dan keseimbangan alam. (*) (Penulis Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

Baca Juga:  Perguruan Ar Risalah Luluskan 222 Santri Hafal Alquran