NasionalPeristiwa

Mengenal Riza Chalid, Pengusaha yang Pernah Katakan Sumbar Provinsi Dajjal

1778
×

Mengenal Riza Chalid, Pengusaha yang Pernah Katakan Sumbar Provinsi Dajjal

Sebarkan artikel ini
Pengusaha Minyak Riza Chalid.

PADANG – Nama pengusaha Riza Chalid belakangan menjadi perbincangan publik setelah putranya, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018-2023.

Kejaksaan Agung (Kejagung) bahkan telah menggeledah rumah Riza Chalid yang berlokasi di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/2/2025).

Berdasarkan hasil penyelidikan, MKAR diduga memiliki peran sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan bertindak sebagai perantara dalam memenangkan lelang impor minyak mentah.

Bersama dua tersangka lainnya dari pihak swasta, MKAR disebut-sebut telah menetapkan harga lebih tinggi sebelum proses lelang dimulai, yang berimbas pada kerugian negara. Saat ini, MKAR telah resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.

Provinsi Dajjal

Mencuatnya nama Riza Chalid mengingatkan kembali pernyataannya pernah menyebut Sumatera Barat Provinsi Dajjal.

Pernyataan itu mencuat setelah menguaknya kasus “Papa Minta Saham” oleh mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.

Dalam sebuah rekaman beredar, ucapan Riza dalam pembicaraannya dengan Ketua DPR Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, yang saat ini tengah menjadi perbincangan publik.

Dalam salah satu potongan percakapan, Riza sempat menyebut daerah Padang dengan istilah “dajal”.

Sebagaimana dipahami, istilah dajal memiliki pengertian orang yang paling berdusta, paling pembohong, sampai-sampai dajal itu menyebut dirinya Tuhan.

Pernyataan itu sempat membuat masyarakat Minangkabau berang. Kemudian melaporkannya ke Mabes Polri. Sampai kini tak ada ujungnya.

Adapun petikan percakapan Riza yang dinilai menghina masyarakat Minang adalah sebagai berikut:

MS (Maroef Sjamsoeddin): Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya datang, kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku,

Pak. MR (Muhammad Riza): Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang.

MS: Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi, Pak, tiba-tiba ditutup sama gubernur, katanya merusak alam. Kasihan, Pak, buat investor. Itu orang enggak jadi, malas menginvestasi.

MR: Provinsinya dajal.

MS: Betul, Pak, zamannya dajal. MR: Sama, Pak. Gila itu. Itu waktu Riza mengondisikan ngurusi gula, sudahlah begini-begini, dia sudah kuasai lahan, Pak, pada waktu itu. Beda kongsi. Gue ketawa aja. Makan dulu. Kalau udah jalan 5 tahun, baru saya ambil.

Saudagar Minyak
Mohammad Riza Chalid, atau yang lebih dikenal sebagai Reza Chalid, adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjalankan bisnis di berbagai sektor, mulai dari ritel mode, perkebunan sawit, industri minuman, hingga perdagangan minyak bumi. Berkat dominasinya dalam impor minyak, ia mendapat julukan “Saudagar Minyak” atau “The Gasoline Godfather.”

Lahir pada tahun 1960, Riza aktif dalam bisnis impor minyak melalui anak perusahaan PT Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Pada tahun 1985, ia menikah dengan Roestriana Adrianti atau yang akrab disapa Uchu Riza.

Selama menjalani kehidupan rumah tangga, keduanya lebih banyak menghabiskan waktu di Singapura. Pada 2004, pasangan ini mendirikan sebuah sekolah di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan. Kemudian, pada November 2007, mereka juga membangun tempat bermain anak. Dari pernikahan tersebut, Riza dan Uchu dikaruniai dua anak, yakni Muhammad Kerry Adrianto dan Kenesa Ilona Rina.

Nama Riza Chalid kerap dikaitkan dengan berbagai kontroversi bisnis perminyakan, khususnya terkait Petral yang berbasis di Singapura. Bisnis-nya diperkirakan menghasilkan sekitar US$30 miliar per tahun, sementara kekayaannya ditaksir mencapai US$415 juta. Angka tersebut menjadikannya sebagai orang terkaya ke-88 dalam daftar Globe Asia tahun 2015.

Di dunia perminyakan, Riza memiliki sejumlah perusahaan yang beroperasi di Singapura, seperti Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.

Selain itu, pada tahun 1997, ia pernah mewakili PT Dwipangga Sakti Prima perusahaan milik Mamiek Soeharto dan Bambang Trihatmodjo dalam pembelian pesawat Sukhoi di Rusia. Perusahaan ini sebelumnya terseret kasus mark-up pengadaan pesawat Hercules pada 1996.

Dalam perjalanan tersebut, Riza didampingi sejumlah tokoh, termasuk Ginandjar Kartasasmita dan Jenderal Wiranto. Nama Riza juga sempat mencuat dalam kasus yang menyeret Ketua DPR RI, Setya Novanto, terkait polemik perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia, perusahaan tambang emas besar yang telah beroperasi di Papua sejak 1966.

Selain itu, ia disebut-sebut memiliki peran dalam Pemilu 2014 sebagai salah satu pendukung dan penyokong dana untuk Prabowo Subianto. Bahkan, ia diduga terlibat dalam pendanaan tabloid kontroversial Obor Rakyat serta pembelian Rumah Polonia, yang menjadi markas tim sukses pasangan Prabowo-Hatta.

Keterlibatan-nya dalam berbagai isu strategis, terutama yang berkaitan dengan politik dan bisnis energi, membuat Riza Chalid menjadi sosok yang kerap dibicarakan.

Meskipun jarang muncul di hadapan publik, pengaruhnya dalam dunia perdagangan minyak serta jejaring politiknya tetap menjadi perhatian banyak pihak. Hingga kini, namanya terus dikaitkan dengan berbagai manuver bisnis yang melibatkan kepentingan besar, baik di dalam negeri maupun di lingkup internasional.(*)

Comment