PADANG – Bangunan-bangunan arsitektur eropa abad ke 17 terlihat berbaris di sepanjang kawasan Pecinan Kota Padang. Kawasan ini siap menunggu wisatawan bagi yang berminat mengunjungi wisata sejarah.
Kawasan ini menjadi objek wisata, Kawasan Kota Tua. Kawasan yang menarik pengunjung pada abad ke 17. Menunjukan masa keemasan Pelabuhan Muaro sebagai sebuah bandar perdagangan besar juga sudah jadi sejarah.
Gedung-gedung peninggalan VOC di pinggiran Batang Arau itu masih tersisa. Jejeran bangunan yang pernah menjadi perkantoran dan gudang beragam komoditas seperti emas, batu bara, teh, kopi, kapur barus, garam dan kemenyan masih berdiri melewati berabad-abad waktu.
Sebagian bangunan berarsitektur Eropa peninggalan Belanda itu difungsikan menjadi kafe dengan lampu warna-warni. Menyajikan sajian kekinian dan hiburan musik “live”. Keindahan yang terekam jelas bisa menikmatinya dari atas Jembatan Siti Nurbaya yang membentang di atas sungai Batang Arau.
Tidak jauh dari Jembatan Siti Nurbaya, berdiri megah Gedung GEO Wehry & CO. Gedung kantor sekaligus gudang dari firma atau perusahaan ekspor-impor terbesar di Hindia-Belanda (Indonesia) pada masa kolonial itu yang didirikan pada 1911 dan diresmikan pada 1920.
Tidak hanya bangunan khas Eropa, di kawasan ini, pengunjung juga akan dibawa kepada nuansa hidup seperti suasana di Pecinan, dengan hadirnya sejumlah klenteng berumur tua dan bangunan kongsi-kongsi masyarakat keturunan Etnis Tionghoa yang masih berdiri kokoh.
Masing-masing bangunan tua tersebut memiliki sejarah sendiri. Namun, di antara bangunan tua tersebut, ada salah satu bangunan yang paling lama di kawasan Kota Tua tersebut. Bangunan tersebut bernama Klenteng See Hin Kiong.
Bangunan Klenteng See Hin Kiong ini masih berdiri kokoh. Namun, saat ini bangunan yang dulunya dimanfaatkan untuk sebagai tempat beribadah bagi masyarakat Etnis Tinghoa, kini berubah fungsi sejak gempa 2009 merusak bangunan tersebut.
Setelah diperbaiki, bangunan tersebut telah dijadikan sebagai salah satu heritage tujuan destinasi wisata, setelah hadirnya bangunan klenteng baru untuk beribadah yang berdiri berjarak 100 meter dari lokasi bangunan klenteng tersebut.
Pengurus Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gunung Padang, Bilu Pricilia mengungkapkan, Klenteng See Hin Kiong berdiri pada tahun 1841. Klenteng ini didirikan oleh Bangsa Hok Hwa yang berasal dari Tiongkok. Awal mulanya klenteng ini bernama Kwan Im Teng yang dibangun oleh para pedagang.
“Dulunya kelenteng ini berdinding kayu dan beratap daun rumbia. Pada tahun 1861, Klenteng Hok Kwa terbakar karena kecerobohan pekerja di klenteng. Akhirnya dibangun kembali pada tahun 1893-1897 dari dana sewa los bambu, tempat berjualan yang berlokasi di pasar sekitar Klenteng (Pasar Tanah Konsi). Klenteng Kwan Im Teng ini berubah nama menjadi Klenteng See Hin Kiong pada 1 November 1905,” terang Bilu, Senin (4/3/2024).
Adyatama Parekraf Ahli Muda Dinas Pariwisata Kota Padang, Tri Pria Anugrah mengatakan, pada tahun 2023 ini, kawasan Kota Tua di telah dibuatkan master plan-nya. Pelaksanaanya di Dinas Pariwisata Provinsi Sumbar.
Turunan dari master plan ini, saat ini telah dibentuk Badan Pengelola (BP) yang diketuai Sekda Kota Padang, Andree Algamar. BP Kawasan Kota Tua ini melibatkan OPD terkait baik teknis dan sosial dan pariwisata. Termasuk juga melibatkan akademisi dan praktisi.
Dengan terbentuknya BP Kawasan Kota Tua ini, maka ke depan bakal banyak percepatan pembangunan dan pengembangan kawasan ini. Menurutnya, pembangunan yang sudah dilaksanakan misalnya, jalan di Kawasan Kota Tua sudah dipasang lampu jalan.
Selain itu, juga akan dibangun infratsruktur pendukung. Di mana tahun ini melalui Dinas PUPR Kota Padang, juga telah membuat DED perbaikan jalan di sepanjang pinggir Batang Arau.
“Ke depan kita sudah ada Detail Enginering Desain (DED) pengembangan Kawasan Kota Tua,” terangnya.
Kendala yang dihadapi dalam melakukan revitalisasi bangunan heritage di Kawasan Kota Tua ini selama ini, banyak bangunannya milik pribadi dan BUMN seperti Perusahaan Dagang Indonesia. Juga ada milik komunitas dan kelompok. Sementara Pemko Padang tidak punya lahan aset di Kawasan Kota Tua.
“Ke depan kita menjalin kerja sama atau MoU dengan pihak terkait pemiliik bangunan untuk dapat dilakukan pemanfaatan bangunan. Untuk memaksimalkan pengembangannya, kita juga libatkan komunitas,” terangnya.
Anggota Komunitas Padang Hetirage, Danil mengatakan, Kawasan Kota Tua di Kota Padang dikenal dengan Kota Tua Padang atau Padang Lama. Hadirnya Kota Tua Padang tidak lepas dari keberadaan sungai Batang Arau dan Pelabuhan Muaro.
Tempat ini merupakan cikal bakal keberadaan Kota Padang dan menjadi saksi akan jayanya tempo dulu sekaligus sebagai menjadi tapak mula berkembangnya Kota Padang.
Kota Padang mulai berkembang ketika kedatangan pedagang Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1663. Kota Padang sebagai markas besarnya untuk kawasan pantai barat Sumatera (Sumatra’s Westkust) mulai tahun 1666.
VOC tertarik untuk membuat pelabuhan di kawasan muara sungai Batang Arau, karena memiliki muara yang luas dan bagus untuk bersandar kapal-kapal dagang. Seiring berjalannya waktu, Kota Padang berkembang menjadi pusat perdagangan terpenting dengan ditujuk sebagai ibu kota pada 1668.
Pada 7 Agustus 1669, hari itu terjadinya pergolakan masyarakat Pauh, Kuranji, dan Koto Tangah untuk melawan monopli VOC dengan membakar loji di kawasan Pelabuhan Muaro. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Padang.
Pada tahun 1670 VOC kembali membuat loji dan benteng di kawasan Pelabuhan Muaro. Pada tahun 1781 benteng VOC dibongkar oleh Inggris. VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799 dan diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Kota Padang semakin berkembang setelah adanya Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, pabrik Semen di Padang, Tambang Batu Bara di Sawahlunto, dan dibangunnya jaringan kereta api hampir di seluruh wilayah Sumbar yang dikenal dengan proyek Tiga Serangkai Belanda untuk industry Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto yang sekarang menjadi warisan dunia.
Lalu lintas perdagang semakin ramai dan berkembang pesat sehingga sekitaran wilayah ini tumbuh menjadi pusat pemukiman baru yang homogen dan padat sehingga Kota Padang dijuluki sebagai kota metropolitan di kawasan pesisir pantai barat pulau Sumatera di abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Saat ini di sekitar bekas benteng VOC di tepi sungai Batang Arau merupakan pusat kota lama dengan bangunan berarsitektur kolonial. Tercatat ada lebih 20 bangsa asing di dunia pernah datang ke Kota Padang dan hingga saat ini ada 18 bangunan cagar budaya yang ada di sekitar Batang Arau.(Bdr)
Comment