Oleh: Dasman Boy Dt Rj Dihilie TERHITUNG , 7 Agustus 2021 Kota Padang sudah berumur 352 tahun, sejak kota ini ditetapkan jadi daerah administrasi Kota Padang pada tahun 7 Agustus 1669 silam. Secara umur kota yang berjuluk Ranah Bingkuang ini telah memasuki usia lebih kurang tiga setengah abad, tentu kota ini lebi tua dari Kota Pekanbaru Ibukota Provinsi Riau, ditetapkan 23 Juni 1784 silam.
Namun, secara sejarah penetapan daerah ini menjadi Kota Padang tidak terlepas dari peran Rang Pauh dan Koto Tangah, dengan penyerangan Loji Loji VOC Belanda di Muara Sungai Batang Arau.
Sehingga tak terbantahkan pula Nagari Pauh IX jadi salah satu nagari di Padang Pinggiran Kota (Papiko) yang merupakan pusek jalo pumpunan ikan-nya Kota Padang. Karena nagari ini memiliki peran penting secara historis lahirnya Kota Padang sejak beberapa abad silam.
Karena Nagari Pauh Siampek Baleh (Pauh V Kecamatan Pauh dan Pauh IX Kecamatan Kuranji) merupakan daerah basis perjuangan di masa pendudukan Kolonial Belanda. Bahkan, sekaligus basis perjuangan di masa perjuangan kemerdekaan.
Selain Pauh Siampek Baleh juga melebar ke Nagari Kototangah (Kecamatan Koto Tangah) dan Nagari Nanggalo (Kecamatan Nanggalo). Bahkan, Nagari Pauh ini tak tersentuh penjajahan kolonial Belanda. Hal itu karena teror yang selalu dilakukan Si Pantai Rj Jambi yang saat Kolonial Belanda dikenal Ektrimis Si Patai. Bahkan, Si Patai tak mempan ditembus timah panas Kolonial Belanda.
Bahkan, Si Patai merupakan Robin Hood – nya di era Kolonial Belanda di Kota Padang. Si Patai membuat ketar ketir Belanda bersama Opas-nya.
Di sekitar pusat Kota Padang, pemberontakan dipimpin oleh Si Patai, dari kalangan dunia hitam.
Mula-mula Si Patai memimpin gerombolannya membuat onar di Kota Padang. Beberapa pegawai pemerintah Belanda dibunuh. Saat hendak menyerbu pusat Kota Padang, mereka dihadang dan berhasil dihalau tentara kumpeni.
Perang belasting hanyalah momentum yang dimanfaatkannya Si Patai dalam upaya menggulingkan pemerintahan.
Walaupun meletus secara simultan di mana-mana, perang belasting tidak terpusat. Tidak terkoordinasi dengan baik. Sehingga mudah saja dipadamkan kompeni.
Sempat buron, Si Patai berhasil diringkus Belanda di sekitar Aie Pacah. Tiga tahun lamanya dia mendekam di hotel prodeo. Katanya, Si Patai bisa tewas setelah dipisahkan badan dengan kepalanya. Si Patai terbunuh pada malam 3 Februari 1927.
Selain Si Patai Rj Jambi ada lagi pejuang yang sekelas dengannya seperti Si Ganji Rajo Bujang. Generasi berikutnya ada Lamah Bagolai, Marah Jantan, Si Badu dan Si Atai dan Buyuang Kurai.
Bahkan, ekstrimis dari timur Kota Padang yang terdiri dari pendekar – pendekar Pauh dan Koto Tangah terus mengusik dan mengganggu stabilitas keamanan dan kenyamanan VOC, di kawasan Muaro Batang Arau, yang menjadi bandar dagang.
Di sana kawasan Muara Padang, berada loji-loji VOC Belanda berdiri gagah dan semula terasa aman belakangan terus terancam keamanan oleh pendekar pendekar Pauh dan Koto Tangah.
Kondisi Loji Loji terus dibuat tak aman, karena puluhan kali pendekar pendekar Pauh dan Koto Tangah melakukan serangan ke loji Belanda. Puncak perlawanan rakyat Pauh dan Koto Tangah itu terjadi 7 Agustus 1669, ketika dua loji VOC yang menjadi simbol kekuasaan Belanda diserang dan dibakar hingga hanya bersisa nama dan cerita.
Sehingga peristiwa heroik perlawanan rakyat Pauh dan Koto Tangah itu dijadikan momentum hari jadi Kota Padang. Sehingga, setiap tanggal 7 Agustus diperingati hari jadi Kota Padang. Maka disimpulkan, keberadaan masyarakat Pauh dan Koto Tangah, terbantahkan yang kental jiwa pejuangnya. Maka, juga karakternya Rang Pauh yang keras.
Di zaman perjuangan kemerdekaan, tokoh yang dikenal dengan sosok Djamaloedin Wak Ketok. Pejuang yang merupakan bagian dari tokoh Harimau Kuranji ini, juga tokoh yang Komit dengan janji. Ia tak segan memarahi warga yang duduk di warung ketika masyarakat melaksanakan Goro.
Ketokohan dari Djamaloedin alias Wak Ketok ini, juga sangat menonjol pada tahun 1950-an bersama Kolonel Ahmad Hosen, yang merupakan sosok pejuang Harimau Kuranji. Bahkan, tokoh yang akrab dipanggil Wak Ketok ini sempat menampar Gubernur Sumatera Tengah yang berkedudukan di Bukittinggi saat itu.
Hal itu berawal dari kebijakan pemerintah pusat melakukan program Transmigrasi, memudahkan penduduk Jawa keluar ke Sumbar. Proyek transmigrasI ke Pasaman sebagai transmigran. Sebelum dikirim ke Pasaman, para tokoh masyarakat dan pemerintah Pasaman dan Sumbar meminta agar pemerintah pusat mengirimkan para transmigran ke Pasaman haruslah warga beragama Islam pada tahun 1954.
Tapi, dari rombongan transmigrasi itu terdapat 300 KK yang non muslim, sehingga membuat Wak Ketok protes. Ratusan transmigrasi itu ditempatkan di Pesanggajuan Simpang Empat, Pasaman Barat.
Namun lima bulan kemudian, ternyata penyelesaian yang dijanjikan Roeslan Moeljohardjo tidak ada, sehingga Wak Ketok memburansang. Ia mendatangi kediaman Gubernur di Bukittinggi untuk menagih janji itu. Dengan Ingkar janji sang, spontan Wak Ketok menampar Gubernur Roeslan Moeljohardjo.
Dan tokoh segenerasi Wak Ketok, lainnya terdiri dari, Dt Nurdin, Dullah Anjang, Pakih Aji, Janin dan Naser dll.
Dari sejarah ini bisa ditarik benang merahnya, bahwa tokoh tokoh Pauh memiliki peranan penting baik di Kota Padang maupun Sumbar pada umumnya. Namun, pascakemerdekaan, pendidikan anak nagari di Pauh dan Koto Tangah memang tidak se melek pendidikan anak di tiga Luak di Ranahminang.
Tapi, saat itu anak nagari cenderung berkarir di militer ketimbang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Karena, orangtua dan ninikmamak saat itu cenderung anak kemenakanya masuk militer untuk membela kaum. Karena dilatarbelakangi daerah basis perjuangan, selalu ditemui hal berbau militer. Dan menjadi kebanggaan tersendiri jika anak kemanakan berkarir di militer.
Maka tak heran jika era 1960 dan 1970-an, jika libur lebaran, selalu berseliweran pemuda berambut cepak dan berjaket loreng. Maka jarang sekali anak kemanakan di Pauh dan Koto Tangah berkarir di politik, akademisi dan pengusaha. Tapi era 1980 – an mulai melek pendidikan dan politisi. Sehingga, sekarang anak nagari sudah mulai marak di berbagai profesi. Sehingga kelak Akan mewujudkan menjadi pusek jalo mumpunan ikan Kota Padang. Dan sudah seharusnya Pemko Padang memperhatikan pembangunan fisik dan manusianya (SDM) di wilayah Pauh dan Koto Tangah. (**)
Comment