Hukum

Sidang Sengketa Ruko Marinatama Memanas, Warga Dintimidasi

7
×

Sidang Sengketa Ruko Marinatama Memanas, Warga Dintimidasi

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – Sebanyak 42 warga penghuni Ruko Marinatama (Marina) Mangga Dua, Jakarta Utara, resmi menggugat Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.

Gugatan ini dilayangkan sebagai bentuk keberatan atas penerbitan sertifikat hak pakai di atas lahan tempat ruko mereka berdiri, yang dinilai cacat hukum dan melanggar prosedur administrasi pertanahan.

Kuasa hukum warga, Subali, SH., menjelaskan bahwa gugatan berfokus pada keabsahan penerbitan hak pakai yang bertentangan dengan komitmen awal pembangunan kawasan Marinatama pada akhir 1990-an.

“Warga membeli dan menempati ruko dengan perjanjian akan memperoleh Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), bukan hak pakai. Namun setelah lebih dari dua dekade, justru muncul sertifikat hak pakai atas nama pihak lain. Kami menilai proses ini melanggar ketentuan hukum agraria,” ujar Subali usai sidang kelima di PTUN Jakarta Timur, Selasa (12/11/2025).

Sidang kelima perkara ini sempat ditunda untuk memberi kesempatan kedua pihak menyerahkan dokumen tambahan.

Majelis hakim menekankan pentingnya pembuktian yang relevan dan profesional, termasuk menghadirkan saksi serta ahli hukum pertanahan.

Subali menambahkan, pihaknya akan menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) untuk menjelaskan aspek hukum konversi tanah negara yang diduga tidak sesuai ketentuan.

Baca Juga:  Tiba di Padang, Mahfud MD Pastikan Penusuk Syekh Ali Jaber Sampai ke Pengadilan

Menurut hukum agraria, tanah negara harus lebih dulu dikonversi menjadi Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Kementerian Pertahanan, sebelum dapat dilekati Hak Guna Bangunan (HGB).

“Namun dalam kasus ini, lahan langsung diterbitkan sebagai Hak Pakai tanpa proses konversi yang sah. Ini yang kami anggap keliru secara hukum,” jelas Subali.

Di tengah proses hukum yang masih berjalan, sejumlah warga penghuni ruko mengaku menerima surat peringatan pengosongan bangunan dari pihak Inkopal.

Beberapa di antaranya bahkan melaporkan intimidasi dan teror dari orang tak dikenal usai menghadiri persidangan.

“Langkah-langkah itu mencederai proses hukum yang sedang berjalan. Tidak boleh ada pengosongan sebelum ada putusan hukum tetap,” tegas Subali.

Ia juga meminta aparat penegak hukum serta pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada warga, agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang di luar mekanisme peradilan.

Sebagai langkah damai, para warga telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin pada 29 Oktober 2025.

Surat itu berisi permohonan agar Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bersedia menjadi mediator antara warga dan Inkopal dalam penyelesaian sengketa lahan ini.

Baca Juga:  Rugikan Negara, 100 LebihTV Kabel Ilegal di Sumbar bakal Ditertibkan

Surat tersebut ditembuskan ke Majelis Hakim dan Panitera PTUN Jakarta, dan ditandatangani seluruh 42 warga serta perwakilan badan hukum penghuni Ruko Marinatama.

“Kami masih percaya TNI adalah bagian dari rakyat, dan rakyat harus dilindungi oleh TNI. Kami berharap Menhan berkenan membuka ruang komunikasi demi penyelesaian yang berkeadilan,” ujar Subali.

Hingga kini, pihak Kementerian Pertahanan belum memberikan tanggapan resmi atas surat permohonan mediasi tersebut.

Kompleks Ruko Marinatama dibangun pada akhir 1990-an sebagai kawasan perdagangan dan perkantoran di bawah koordinasi Inkopal.

Para penghuni membeli unit dengan keyakinan akan memperoleh hak kepemilikan berupa SHGB. Namun, setelah lebih dari 25 tahun, sertifikat yang dijanjikan tak kunjung diterbitkan.

Fakta bahwa lahan kemudian terdaftar sebagai Hak Pakai atas nama pihak lain menjadi dasar utama gugatan warga ke PTUN Jakarta.

“Kami menempuh jalur hukum dengan itikad baik, bukan untuk berkonfrontasi. Namun jika hak warga dilanggar, kami wajib memperjuangkannya sesuai koridor hukum,” pungkas Subali.

Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak penggugat.(drd)