SAMBIL menunggu Hari ‘H’ kegiatan Talent Identification and Development (TID) Expert Meeting, pada kedua di Kota Amsterdam kami memanfaatkan waktu mencari tahu tentang sarana dan prasarana olahraga yang ada di sekitar kota Kincir Angin ini.
Tnrugama di sekitar hotel kami berada serta tentunya mengunjungi tempat-tempat wisata yang dekat saja di sekitar hotel tempat menginap. Sebab kami juga pelaku dan sekaligus pemerhati pariwisata. Dari info perkiraan cuaca yang kami dapatkan siang ini juga masih ada diwarnri cuaca dingin tetapi tidak diiringi gerimis. Lebih awal setengah jam matahari tudah bersinar. Di mana mendung dan gerimis sudah pergi.
Risky bersama istrinya Farah segera memesan ‘uber’ tidak beberapa menit mobilpun tiba, Alhamdulillah. Tujuan kami siang ini menuju Zaandam, yang berjarak sekitar 20 menit ke arah barat dari hotel, guna menikmati objek wisata terkenal di Kota Amsterdam, wind mills (kincir angin).
Kalau turis-turis dari Indonesia yang berkunjung ke kota yang berpenduduk sebanyak 980.876 jiwa ini belum lengkap rasanya jika belum berrswafoto di situ. Sudah beberapa kali berkunjung ke Kota Amsterdam kami belum mengunjunginya,. Padahal kemarin sudah direncanakan, tapi batal karena cuaca. Hanya lima menit uberpun tiba.
Hanya lima menit mobil melaju ke arah barat dari hotel, berjejer lapangan sepak bola, karena mobil cukup kencang kami perkirakan tidak kurang sepuluh lapangan, dan lengkap dengan sarana lainya. Gawang portable ukuran sedang dan kecil. Ada gedung besar bertuliskan pusat kebugaran .
Dari balik kaca mobil terlihat peralatan latihan, weight training, serta mesin-mesin fitnes nampaknya. Kamipun mulai menerawang, bagaimana pula banyak dan lengkapnya sarana olahraga lainya, termasuk lapangan sepakbola yang ada di kota lainya di sekitar Amsterdam. Kalau di sekitar hotel yang agak lengang saja sarananya sudah seperti ini. Jadi Sudah mulai terjawab sebagian pertanyaan kenapa Belanda begitu maju persepakbolaan, karena tersedianya sarana dan prasarana olahraga yang sangat mudah diakses masyarakat.
Terus pertanyaanya kenapa kita yang memiliki tanah yang luas penduduknya yang banyak kenapa menyediakan lapangan sepak bola berjejer empat saja tidak mau. Apalagi di kota padang dimana kami tinggal Sudah hampir 45 tahun, jangankan bertambah satu saja, malah beberapa lapangan sepak bola yang ada Sudah Beralih fungsi. Kenapa ya tidak terpikirkan ya, siapa yang bertanggung jawab urusan ini kira-kira ya.
Tapi heran masyarakat tidak tanggung – tanggung harapanya. Apalagi pengurusnya, ingin tampil di Piala Dunia. Rupanya kita memang pintar menghibur dan memenuhi harapan rakyat, kenapa harus buat lapangan bola, kenapa siapkan sedikit uang pembangunan untuk mendidik pelatih dan sedikit memberi uang transportnya, kenapa harus membawa anak-anak berolahraga, cukup ‘naturalisasi’ saja, hasil lebih cepat, rangking PSSI naik, semua gembira pengurus dapat nama disambut disana sini. Bangganya luarbiasa mengantarkan kemenangan bagi Indonesia, tambah senang kalau banyak wartawan yang bertanya, memberi selamat dan memberitakan kemenenangan itu. Heboh Dunia pesilatan lebih kurang satu minggu.
Selesai pembinaan ‘grass roots’ tetap tidak tersentuh, lama hasilnya nama kita kapan keluar di koran dan media online. Biarlah pelatih untuk usia 6-12 tahun tidak bersertifikat, siapa yang mau ikut kalau diadakan pelatihanya, bayarnya berapa, Apa anak itu mau membayar. Kecuali di sebagian Jakarta dan tempat lainya, anak anak di kampung- kampung apa mau membayar, rupanya pengembangan bakat tidak berjalan baik- baik saja.
Sebaliknya pelatih A Pro, lebih banyak peminat dan jumlahnya menurut kami sudah berlebih. Padahal biaya pendidikanya tidak gratis, mahal menurut para coach tersebut. Kami tanyakan jadi apa kerja federasi, apakah tidak perlu coach, paling tidak subsidilah. Semoga pejabat pengurus sekarang baik di pusat dan daerah bisa membantu dengan programnya. Kasihan presiden yang sudah membuat perpres sepakbola beberapa tahun yang lalu, tapi hanya dijadikan para mahasiswa Fakultas ilmu Keolahragaan (FIK) UNP sebagai rujukan dalam membuat skripsi dan sebagian guru besar olahraga yang bangga kalau orasi ilmiahnya mengatakan sepakbola kita sudah jauh maju saat ini. Karena, sepakbola sudah ada Perpres-nya beberapa tahun yang lalu. Setelah melamun beberapa saat, kami sampai ke tempat yang dituju.
Dari jauh sudah nampak wind kincir angin, rupanya tidak satu dan berbagai ukuran juga bentuknya, wah terlihat banyak pengunjungnya, pas keluar dari mobil terasa suhu sangat dingin. Sehingga harus berlindung dengan segera masuk ke toko sovenir, untuk memakai jacket tambahan.
Cukup berjalan kaki 200 meter sudah bisa bergambar dengan latar kincir yang sering dilakukan teman-teman tanda sudah ke Belanda. Pantaslah tempat ini menjadi salah satu Daya Tarik Pariwisata Amsterdam, tempat parkir, kebesihan, jalan, sangat diperhatikan nampaknya, tidak lupa juga keramahan petugas yang bejualan, bahkan dijadikan promosi produk keju yang merupakan ciri khas Belanda.
Cafe tertata dengan baik, rupanya ada juga museum yang juga banyak yang ingin melihat, antriannya cukup panjang. Setelah bergambar dari satu kincir dan kincir lainya, akhirnya karena semakin dingin kami segera berlindung dengan masuk ke museum sambil segera memesan Uber, Gojek dan Grab belum ada nampaknya. Mudah-mudahan bisa juga suatu saat menembus pasar di sini.
Tujuan berikutnya Amsterdam Central, sebenarnya stasiun kereta api yang punya sejarah panjang, tetapi turis yang mengunjungi Amsterdam rasanya belum pas rasanya kalau belum berfoto disini untuk dibagikan kepada teman dan famili.
Setelah berputar- putar di depan dan belakang Amsterdam Central kami sambil menuju tempat pemesanan mobil kembali menyusuri jalan dan perkokoan yang sudah kami lalui kemarin dengan terburu-buru karena waktu berbuka puasa sudah dekat ditambah suhu sudah semakin dingin, mendekati 10 derajat.
Di jalan pulang lagi – lagi sebagai orang yang belatar belakang olahraga, lagi-lagi dibuat terpesona dengan melihat jejeran lapangan sepakbola seperti yang di dekat hotel. Dari sini sudah dapat dişimpulkan kenapa Belanda bisa menjadi salah satu negara kuat dalam permainan yang paling banyak penggemarnya di Planet ini. Apakah kita bisa, Insya Allah pasti bisa. Mari kita Ingatkan pimpinan, federasi dan siapa saja yang bertanggung jawab untuk membangun sepakbola dan olahraga kita. (bersambung)
Comment