Budaya

PKN 2023 Berlangsung di Padang, Merawat Bumi Merawat Kebudayaan

471
×

PKN 2023 Berlangsung di Padang, Merawat Bumi Merawat Kebudayaan

Sebarkan artikel ini
Latar PKN 2023 di Fabriek Bloc, Jalan Hamka tepatnya depan Bandara Sutan Syahrir Tabing.Ist

PADANG – Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2023 bertajuk Gerakan Kalcer Festival Pusako akan dilaksanakan di Padang Sumatera Barat (Sumbar) berlangsung di Fabriek Bloc, Jalan Hamka tepatnya depan Bandara Sutan Syahrir Tabing. PKN akan berlangsung selama lima hari mulai Rabu 11-15 Oktober 2023.

Kegiatan itu mengusung tema “Merawat Bumi, Merawat Kebudayaan” . Diikuti para Komunitas Kreatif Sumbar.

Direktur Artistik Festival Pusako, Mahatma Muhammad mengungkapkan bahwa gelaran ini sebuah peristiwa kolektif, ruang tamu dari para pewaris pusako untuk merawat, mengembangkan, dan memperkaya nilai-nilai warisan budaya yang menjadi milik bersama.

Dijelaskannya, Pusako secara umum bisa diartikan sebagai aset kekayaan berwujud materil atau tentang hal yang beririsan langsung dengan kebendaan yang diwariskan secara turun temurun.

BACA JUGA  Mahyeldi minta Alumni Al-Azhar Berperan Memperkuat ABS-SBK

“Dengan pemaknaan pusako tersebut, segenap tim kurator dan kepanitiaan bekerja sama mempertahankannya dengan langkah masing-masing. Kami berupaya menolak hilang pusako dek pancarian,” ujarnya, Rabu (11/10/2023)

Kapthen Moed sendiri pada Festival ini akan menampilkan karya seninya yang diberi judul “Tagurajai” berukuran, 10 x 8 x 20 m, terbuat dari Karung Goni, Kayu Balok, Bata, Ijuk, Kawat, Tali Tambang, Triplek, dan Tikar Pandan.

“Tagurajai” sendiri dalam bahasa Minangkabau memiliki arti terjatuh/tersungkur/ jatuh ke lubang.

Kapten Moed diketahui selama ini juga berada di komunitas kreatif Kupi Batigo pimpinan dari Yulviadi Adek (Abang Adek), memang sudah tak asing lagi bagi para komunitas kreatif muda (Milenial) di Kota Padang.

BACA JUGA  Ninik Mamak yang Tergabung dalam HFQ Pauh IX Takziah ke Rumah Duka Orang Tua Dasman Boy Dt Rj Dihilie

Lebih Lanjut Kapten Moed menjabarkan karya seni ini berkaitan dengan pemaknaan visualisasi di atas. Semua bagian representasi karya berkaitan dengan beberapa di antara banyak pepatah dan petitih di Minangkabau. Misalnya “Bajanjang naik, Batanggo Turun”.

Kemudian terdapat petatah petitih terkait sistem kepemimpinan masyarakat Minangkabau yang kerap disebut “tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin”. Artinya terdapat sistem yang saling melengkapi dan menguatkan.

Karya ini juga sebuah kritikan sekaligus pengingat terhadap perubahan dan perkembangan zaman.

“Tidak semua generasi muda Minangkabau yang mengetahui pepatah petith ini. Apalagi menerapkannya dalam pemikiran dan cara bersikap mereka dalam keseharian, ” ujarnya .

Untuk tujuan Festival Pusako dikatakan, semacam pengalaman dialog kreatif terhadap penghayatan masa lalu dalam identitas dan pengalaman yang menggambarkan narasi akar tradisi.

BACA JUGA  Safari Ramadhan di Pasaman, Gubernur Mahyeldi Imbau Pemuda Senantiasa Memakmurkan Masjid

“Bisa dilihat betapa banyak generasi Minangkabau saat ini yang acuh bahkan terjatuh pada pemahaman kebudayaan populer yang padahal itu bukan jati diri mereka, ” pungkasnya.(Bdr)

Comment