Politik

DPRD Bukittinggi jangan Anggap Wali Kota Rival Politik 

363
×

DPRD Bukittinggi jangan Anggap Wali Kota Rival Politik 

Sebarkan artikel ini

PASCA dilantik Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) pada Jumat (26/2/2021), Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar dan Marfendi terus mendapat sorotan, mulai dari kalangan masyarakat biasa, elit politik lokal dan bahkan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bukittinggi

Oleh : Dafriyon, SH, MH

Berbagai pandangan dari sejumlah elemen tersebut kepada Erman Safar dan Marfendi dalam memimpin Bukittinggi ke depan, merupakan sebagai bentuk cara pandang yang sangat elok demi kemajuan kota kelahiran Proklamator Bung Hatta ini. Siapa pun pemimpin belum tentu semua orang menyukainya.

Berbicara suka dan tidak suka kepada seorang pemimpin semuanya bersifat relatif, tentunya tergantung dari sejauh mana keinginan dan kepentingan pribadi atau pun golongan terpenuhi oleh pemimpin tersebut. Namun demikian, ketika mengkritisi seorang pemimpin lakukan-lah tanpa tendensius.

Dilihat beberapa hari belakangan ini, kritikan kepada Erman Safar dan Marfendi sering kali datang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

Nah, sebagai unsur penyelenggara, DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah sehingga kedudukan DPRD dan kepala daerah sama-sama sebagai penyelenggara pemerintah daerah, bukan lembaga yang berdiri sendiri sebagaimana DPR dan Presiden yang biasa disebut trias politika atau kekuasaan legislatif dan eksekutif.

Fungsi DRPD provinsi dan Kabupaten/ kota berdasarkan Pasal 94 dan Pasal 149 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, yakni meliputi pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan.

Dalam fungsinya sebagai pembentukan peraturan daerah dilaksanakan dengan cara membahas bersama kepala daerah. Selanjutnya, menyetujui atau tidak menyetujui rancangan peraturan daerah, mengusulkan rancangan peraturan daerah, dan menyusun program pembentukan peraturan daerah juga bersama kepala daerah.

Fungsi anggaran diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD yang diajukan oleh kepala daerah.

Sementara di fungsinya pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK.

Disamping memiliki fungsi, tugas dan wewenang, dalam Pasal 106 dan Pasal 159 terdapat hak DRPD provinsi dan Kabupaten/kota yang berupa hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat.

Hak interpelasi dapat dimaksudkan yakni hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah, yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sedangkan pada hak angket, artinya hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk hak menyatakan pendapat, yakni hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Dengan demikian itu, jika DPRD sebagai mitra kerja dari pemerintah, ketika mengkritisi kepala daerah dapat dilakukan dengan menjalankan fungsinya tersebut.

Tetapi yang terjadi pada akhir-akhir ini antara DPRD dan wali kota terpilih, seolah sesuatu yang terlalu berlebihan atau boleh dikatakan “alay”. Sangat disayangkan sekali, karena rumor polemik antara anggota DPRD dengan wali kota Bukittinggi terkesan sebagai pembunuhan karakter terhadap kinerja wali kota.

Lahirnya statement (pernyataan) dari beberapa oknum anggota DPRD Kota Bukittinggi seperti sebuah gerakan pengalihan kesimpatikan masyarakat. Seakan pandangan yang sebelumnya positif menjadi pandangan negatif terhadap wali kota Erman Safar.

Diamati secara tersirat, apa yang terjadi antara beberapa oknum anggota DPRD yang berpolemik dengan wali kota diduga merupakan persaingan politik atas ketidaksenangan terpilihnya Erman Safar menjadi Wali Kota Bukittinggi.

Bentuk ketidaksenangan itu, adanya oknum anggota DPRD seolah-olah merasa dilecehkan saat menyampaikan tanggapan. Atau merasa terlecehkan saat wali kota tidak hadir pada sidang penyampaian LKPJ dan ada pula menyatakan wali kota harus berhenti beropini dan berwacana.

Ungkapan beberapa oknum anggota DPRD ini tidak kah dapat disangkakan hanya sebuah kecemburuan kepada lawan politik.

Harusnya, DPRD memahami dan mengerti, bahwa wali kota Bukittinggi baru beberapa bulan melaksanakan tugas negaranya, yakni dilantik bulan April 2021.

Sebaiknya anggota DPRD selaku mitra kerja pemerintah, harus memberikan masukan-masukan yang positif kepada wali kota. Tidak elok dilakukan dengan cara-cara yang tak elegan alias jangan asal “hantam kromo” saja.

Bila mengikuti berita-berita di media online dan dunia maya, seperti media sosial facebook, bahwa ada beberapa oknum anggota DPRD Bukittinggi, sebagai publik figur sering “mancabiak baju di dado” (berbangga diri). Mereka membangun narasi-narasi, baik langsung mau pun berupa sindiran yang tak baik dan tak mendidik masyarakat.

Legislatif adalah sebagai penyambung suara rakyat dalam menyampaikan aspirasi masyarakat. Ingat, anggota DPRD bukan sebagai penyambung lidah rakyat untuk merendahkan pemerintahan atau seorang kepala daerah (wali kota).

Undang-undang mengatur bagai mana mitra legislatif dan eksekutif untuk membangun sebuah daerah, yaitu Bukittinggi ke depan ke arah yang lebih baik. Untuk itu, diperlukan saling bahu membahu antara DPRD dengan pemerintahan, bukan sebaliknya menghujat atau menjatuhkan kepala daerah (wali kota), apalagi memandangnya sebagai rival politik.

Walau bagai mana-pun juga, Wali Kota terpilih Erman Safar baru mulai melaksanakan amanah yang diberikan masyarakat Bukittinggi. Maka dari itu, DPRD sebagai mitranya pemerintahan hendaknya memahami bahwa wali kota terpilih dalam melaksanakan visi dan misi-nya sesuai RPJMD versinya sebagai wali kota yang baru.

Sebelum disahkannya RPJMD versi wali kota yang baru, Erman Safar masih melaksanakan RPJMD wali kota lama. Tidak bisa dipungkiri karena sudah diatur undang-undang. Justru itu, sebaiknya anggota DPRD Bukittinggi harus berjiwa besar dalam menanggapi polemik-polemik yang terjadi saat ini.

Artinya, selesaikan persoalan antara legislatif dan eksekutif melalui rapat-rapat pembahasan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bukan curhat melalui media-media atau dunia maya sebab ada kesan tak elok menurut pandangan kaca mata masyarakat luas.

Perlu diketahui pendewasaan berpolitik penting, kerena melalui pendewasaan politik tersebut akan mampu membangun norma-norma politik itu sendiri, seperti lahirnya sebuah etika dalam berprofesi.

Sekali lagi selesaikan rumor polemik antara legislatif dan eksekutif dengan sebaik-baiknya. Kemudian jalankan fungsi DPRD sesuai Pasal 106 dan Pasal 159, berupa hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. (*)

BACA JUGA  Dispora Sumbar Latih Pemuda Berwawasan Kebangsaan dan Berintegritas

Comment