PADANG—Nasrul Abit dan Mentawai tidak bisa dipisahkan. Hampir setiap sudut pulau itu telah dikunjunginya, bahkan sampai pulau terluar, seperti Pulau Sanding, Pagai Selatan. Ia sangat sering ke sana, dan karena itu punya banyak pengalaman saat menyusuri kabupaten tersebut, seperti menghadapi gelombang besar, kapal rusak di tengah laut, dan menginap di hutan pedalaman.
Sejak menjadi Wakil Gubernur Sumbar pada 2015, ia tak terhitung kalinya ia pergi ke Mentawai. Ia mengunjungi kepulauan itu tak hanya saat bencana. Tidak ada bencana pun ia pergi ke Mentawai dalam rangka sinkronisasi program pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.
Sejak ditugasi oleh Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, untuk mengeluarkan tiga kabupaten tertinggal di Sumbar, termasuk Mentawai, Nasrul Abit memajang peta Kepulauan Mentawai di ruangan kerjanya di Kantor Gubernur Sumbar.
Beberapa hari ke depan Wakil Gubernur Sumbar yang sedang cuti pilkada itu akan mengunjungi Mentawai. Berdasarkan rencana, ia akan berada di Mentawai pada 20 dan 21 November 2020. Gempa di Mentawai beberapa hari lalu tidak menyurutkan niatnya menyusuri gelombang untuk memastikan keadaan masyarakat sekaligus menjalin silaturahmi dengan masyarakat di Tanah Sikerei itu.
“Saya dan Mentawai tidak bisa dipisahkan. Dari dulu saya ingin melepas kabupaten ini dari ketertinggalan. Dua kabupaten (Pasaman Barat dan Solok Selatan) sudah berhasil kami keluarkan dari status tertinggal. Insyaallah Mentawai 2024 bisa keluar juga,” tuturnya, Kamis (19/11).
Nasrul Abit menerangkan bahwa ada enam kriteria dengan 27 indikator yang harus dibenahi untuk mengeluarkankan suatu daerah dari status tertinggal. Enam kriteria itu ialah ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, aksesibilitas, karakteristik daerah, dan kapasitas keuangan daerah. APBD kabupaten yang sangat terbatas dipastikan tidak akan bisa mengakomodasi semua indikator itu. Karena itu, dibutuhkan sinkronisasi program pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat.
“Sejak 2016 belasan OPD (organisasi perangkat daerah) saya boyong ke Mentawai, masuk kampung keluar kampung, masuk hutan keluar hutan untuk mendata semua persoalan di Mentawai untuk melakukan pembenahan sesuai indikator terlepas dari status tertinggal,” ucapnya.
Hasil evaluasi itu, kata Nasrul Abit, dijadikan dasar penyusunan program yang disinkronkan dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Tiap OPD di kabupaten diminta aktif berkomunikasi dengan OPD pemerintah provinsi hingga kementerian sehingga sinkronisasi itu benar-benar tercipta. Dengan begitu, jika ada bantuan, daerah tertinggal bisa diutamakan sebagai penerima bantuan.
Selain itu, sektor swasta, salah satunya melalui CSR perusahaan juga harus ikut andil dalam usaha mengeluarkan daerah tempatnya beroperasi dari status tertinggal.
“Program dan kewenangannya berada di tangan bupati dan jajarannya. Pemerintah provinsi dan kementerian membantu dengan membagi anggaran sehingga bisa tercipta percepatan dalam pencapaian target yang diharapkan,” kata Nasrul Abit. (Re/Bdr)
Comment