BUKITTINGGI — Perseteruan Fauzan Haviz pengurus sah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bukittinggi dengan KPU Bukittinggi dan DPW PAN serta DPP PAN makin meruncing. Akibat tidak menjalankan putusan Makamah Agung (MA) No : 460K/Pdt.Sus-Parpol/2019, mantan anggota DPRD dua periode ini mengadukan ketiga lembaga tersebut ke Komnas HAM RI Sumbar.
“Ya, kita mengadukan KPU, DPW PAN dan DPP PAN Komnas HAM RI perwakilan Sumatera Barat karena masih belum melaksanakan putusan pengadilan yang sudah mempunyai keuatan hukum tetap. Surat perihal pelaporan tersebut tertanggal 16 September 2020,” kata Fauzan Haviz., SE., MBA., MALS ke media ini di Bukittinggi, Rabu (16/9/2020).
Dia menyebutkan, saat sebelum pencalonan Kepala Daerah Kota Bukittinggi tahun 2020, pihaknya kembali mengingatkan KPU Kota Bukittinggi melalui beberapa surat peringatan bahwasanya DPW PAN masih belum melaksanakan Putusan Makamah Partai PAN yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang No.108/Pdt.G/2018/PN.Pdg Jo Putusan Mahkamah Agung No.460 K/Pdt.Sus-Parpol/2019.
Namun, kata Fauzan, pihak KPU Kota Bukittinggi selalu bardalih masalah tersebut adalah masalah internal Partai PAN. Pernyataan KPU Kota Bukittinggi tersebut, dirasa seolah-olah KPU Kota Bukittinggi tidak netral dan professional dalam hal Pelaksanaan Pemilu (PILKADA) Kota Bukittinggi tahun 2020.
Padahal, menurut Fauzan, dengan jelas dalam pertemuan dengan agenda aanmaning yang diselenggarakan oleh Ketua Pengadilan Kelas 1A Padang pada tanggal 20 Februari 2020 yang dipimpin oleh Bpk. Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang serta ikut dihadiri oleh KPU Kota Bukittinggi dan Bawaslu Kota Bukittinggi, namun DPW PAN Sumatera Barat tidak menghadirinya dan masih belum melaksanakan putusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berikut surat pelaporan Fauzan Haviz. Pendahuluan: Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan unhrk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik Indonesia. Sampai sekarang pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting. Hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung untuk memilih pemimpinya melalui pemilu, rakyat juga bisa menyampaikan keinginan dalam politik.
Pemilu merupakan pesta bagi partai-partai politik untuk menempatkan kadernya menjadi pemimpin. Tak heran banyak terjadi sengketa antara partai politik satu dengan partai politik lain. Bahkan sengketa internal sesama partai politik yang menganti atau memecat kadernya sebagai penggurus ataupun sebagai kadernya. Pasal I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan,tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilihpemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus danmelayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untukmengawasi jalannya pemerintahan
Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi pemilihai Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan KehormatanPenyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi lenyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah,Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat. Penyelenggara pemilu ini menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sesuai dengan tingkatannya yaitu tingkat nasional KPU RI, tingkat Propinsi KPU Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota yaitu KPU Kabupaten/Kota. Semua itu dilakukan sesuai dengan tugas, wewenang dan kewajiban menurut undang-undang. Dalam pelaksanaannya penyelenggara pemilu harus memperhatikan bahwa asas pemilu yaitu :
Umum, pemilu berlaku untuk semua warga negara yang memenuhi syarat. Pemilu tidak membedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, dan lain-lain.
Langsung, masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai keinginan sendiri tanpa perantara.
Bebas, seluruh warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih pada pemilu bebas menentukan siapa saja yang akan dipilih untuk membawa aspirasinya tanpa tekanan.
Jujur semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai peraturan yang berlaku.
Rahasia, dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan atas pilihannya.
Bahwa terkait apa yang sudah dijelaskan diatas pada tahun 2019 telah dilakukan Pemilihan Umum DPR RI, DPD, DRPD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota termasuk di Kota Buktinggi. Berawal dari sengketa internal partai yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bukttinggi terkait dengan kepengurusan partai DPC Kota Bukittinggi yang melibatkan pelapor dengan internal partai PAN dan KPU Bukitinggi sebagai penyelenggara Pemilu dan berlanjut pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang sedang berlangsung. Permasalahan ini telah merugikan palapor baik secara materil maupun in materil.
Kronologis: Bahwa sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bagian Pendahuluan diatas, adapun kronologis kasus sebagai berkut :
Bahwa saya sebagai Pelapor telah menjadi anggota PAN di DPD Kota Bukittinggi semenjak tahun 2008 yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota Partai Amanat Nasional Nomor : 04. 13. 0000001, 020672.1.099 dan saya telah menjadi anggota DPRD Kota Bukittinggi selama 2 periode yaitu periode 2009-2014 dan periode 2014-2019, terakhir berada di Komisi III;
Bahwa sebagai anggota partai saya selalu setia menjaga amanah partai dan bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku dengan mengacu pada AD/ART partai, hal itu terbukti saya telah menjadi Ketua DPD PAN Kota Bukittinggi semenjak Tahun 2011, Kemudian pada tanggal 29 September 2016 dalam Berita Acara Musda IV Kota Bukittinggi saya kembali diamanatkan menjadi Ketua DPD PAN Kota Bukittinggi, sebagaimana Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/010/XII/2016 tentang Pengesahan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi periode 2015-2020 tertanggal 5 Desember 2016 dan Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/02/I/2018 tentang Pengesahan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi Periode 2015-2020, tertanggal 31 Januari 2018;
Bahwa tanpa kesalahan dan dasar hukum saya digantikan oleh IR. HJ RAHMI BRISMA sebagai Ketua DPD PAN Kota Bukittinggi oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Provinsi Sumatera Barat berdasarkan Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/02/V/2018, tentang Perubahan Kedua Pengesahan Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi Periode 2015-2020 tertanggal 21 Mei 2018;
Bahwa atas tindakan DPW PAN Provinsi Sumatera Barat tersebut kami mengajukan keberatan kepada Makamah Partai Amanat Nasional karena telah dizalimi dengan cara tidak professional dan tidak mempunyai dasar hukum dalam pergantian saya sebagai Ketua DPD PAN Kota Bukittinggi Periode 2015-2020 beserta jajaran kepengurusanya tanpa melalui Musyawarah Luar Biasa (Mubeslub), hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 15 ayat (1) huruf c angka 4 dan Pasal 16 AD PAN serta Pasal 7, pasal 9 dan Pasal 28 ART PAN;
Bahwa atas keberatan saya tersebut Makamah Partai PAN telah manjatuhkan putusan pada tanggal 5 Juli 2018 dengan Amar putusan :
Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
Menyatakan Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/02/V/2018, tentang Perubahan Kedua Pengesahan Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi Periode 2015-2020 tertanggal 21 Mei 2018, tidak sah dan tidak memiliki keuatan hukum mengikat;
Menyatakan Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/02/I/2018, tentang Perubahan Keputusan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/010/XII/2016 tentang Pengesahan Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi periode 2015-2020, tertanggal 31 Januari 2018 tetap berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum;
Mengembalikan hak-hak Pemohon sebagai anggota PAN sebagaimana diatur dalam ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Partai Memerintahkan kepada pihak-pihak terkait untuk melaksanakan putusan ini
Bahwa keputusan Makamah Partai tersebut tidak dilaksanakan oleh DPW PAN Sumatera Barat dan DPP PAN juga tidak mengingatkan DPW PAN Sumatera Barat untuk melaksanakan keputusan Makamah Partai telah merugikan hak dan kepentingan hukum saya sebagai Ketua DPD PAN Kota Bukittinggi Periode 2015-2020 termasuk tidak didaftarkanya saya sebagai Calon Legeslatif DPRD Kota Bukittinggi Periode 2019-2024;
Bahwa atas putusan Makamah Partai tersebut kami mengingatkan KPU Kota Bukittinggi agar menolak proses pencalonan IR. HJ RAHMI BRISMA beserta kepengurusanya, namun KPU Kota Bukittinggi tidak mengindahkanya dan tetap menerima SK IR. HJ RAHMI BRISMA beserta kepengurusanya sebagai Daftar Calon Sementara dalam hal mana SK tersebut telah dibatalkan oleh Makamah Partai PAN;
Bahwa atas tindakan KPU Kota Bukittinggi tersebut, kami telah laporkan kepada Badan Pengawas Pemilu Kota Bukittinggi pada tanggal 19 Juli 2018 atas dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilu yang telah diregestrasi dengan Nomor : 001/ADM/BWSL-Prov.SB.03.02/PEMILU/VII/2018, namun Bawaslu Kota Bukittinggi mengeluarkan Putusan yang pada intinya meyatakan KPU Kota Bukittinggi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pelanggaran administrasi Pemilihan Umum;
Bahwa atas Putusan Bawaslu Kota Bukittinggi itu kami mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang dengan perkara Nomor : 108/Pdt.G/2018 pada tanggal 20 Agustus 2018 dan pada gugatan yang kami ajukan tersebut majelis hakim yang mengadili perkara didalam amar putusanya, menyatakan tidak sah dan/atau batal demi hukum dan/atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat Surat Keputusan Nomor : PAN/A/04/Kpts/K-S/02/V/2018, tentang Perubahan Kedua Pengesahan Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Kota Bukittinggi Periode 2015-2020, tertanggal 21 Mei 2018 dan telah dikuatkan oleh Putusan Makamah Agung No.460 K/Pdt.Sus-Parpol/2019 yang memerintahkan DPP dan DPW PAN Sumatera barat untuk Melaksanakan Putusan Makamah Partai Partai Amanat Nasional tanggal 5 Juli 2018;
Bahwa hingga saat ini DPW PAN Sumatera Barat belum mengembalikan Hak-hak saya sebagai anggota PAN sebagaimana diatur dalam ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga serta peraturan Partai sesuai dengan putusan Makamah Partai Amanat Nasional tanggal 5 Juli 2018 yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang No. 108/Pdt.G/2018/PN.Pdg Jo Putusan Mahkamah Agung No.460 K/Pdt.Sus-Parpol/2019, hingga kami mengajukan Permohonan Eksekusi Putusan Kepada Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang tanggal 25 Oktober 2019 namun DPW PAN Sumatera Barat masih tetap tidak menjalankan Putusan Makamah Partai PAN butir 4 meskipun mendapat teguran/aanmaning dari Pengadilan melalui Jurusita;
Bahwa atas sikap Bawaslu Kota Bukitinggi sebagaimana penjelasan diatas kami juga membuat pengaduan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam hal mana DKPP dalam putusanya Nomor : 294-PKE-DKPP/2019 menyatakan yang pada intinya Ketua Komisioner KPU Kota Bukittinggi yaitu Beni Aziz terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu sehingga beliau diberhentikan dari jabatanya sebagai Ketua Komisioner KPU Kota Bukittinggi;
Kemudian pada saat sebelum pencalonan Kepala Daerah Kota Bukittinggi tahun 2020 kemarin, kami kembali mengingatkan KPU Kota Bukittinggi melalui beberapa surat peringatan bahwasanya DPW PAN masih belum melaksanakan Putusan Makamah Partai PAN yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang No. 108/Pdt.G/2018/PN.Pdg Jo Putusan Mahkamah Agung No.460 K/Pdt.Sus-Parpol/2019, Namun pihak KPU Kota Bukittinggi selalu bardalih masalah ini adalah masalah internal Partai PAN
Bahwa dari pernyataan KPU Kota Bukittinggi tersebut, kami merasa seolah-olah Pihak KPU Kota Bukittinggi tidak Netral dan Professional dalam hal Pelaksanaan Pemilu (PILKADA) Kota Bukittinggi tahun 2020. Padahal dengan jelas dalam pertemuan dengan agenda aanmaning yang diselenggarakan oleh Ketua Pengadilan Kelas 1A Padang pada tanggal 20 Februari 2020 yang dipimpin oleh Bpk. Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang serta ikut dihadiri oleh KPU Kota Bukittinggi dan Bawaslu Kota Bukittinggi, namun DPW PAN Sumatera Barat tidak menghadirinya dan masih belum melaksanakan putusan Pengadilan yang sudah mempunyai keuatan hukum tetap.
KETENTUAN HUKUM YANG DILANGGAR OLEH KOMISONER KPU BUKITINGGI
Bahwa sesuai dengan asas Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 menyebutkan “Dalam menyelenggarakan Pemilu, Penyelenggara Pemilu harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional, akuntabel, efektif, dan efisien”;. Dari ketentuan asas tersebut Komisioner KPU Buktinggi sebagai penyelenggara Pemilu telah melanggar ketentuan asas tersebut setidak-tidaknya asas jujur, adil, kepastian hukum dan tidak professional. Sehingga tidak salah penyelenggara pemilu dikenakan hukuman oleh DKPP.
Berikut ini ketentuan hukum yang dilanggar oleh Komisioner KPU Kota Bukitinggi terhadap permasalahan pelapor sebagai berikut :
Pasal 18 huruf I yaitu tidak melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kpu, Kpu Provinsi, dan/atau ketentuan peraturan perundang undangan Jo Pasal 19 huruf f yaitu tidak melaksanakan wewenang lain yang diberikan oleh KPU, KPUProvinsi, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan Jo Pasal 20 huruf n melaksanakan kewajiban lain yang dibcrikan oleh KPU, KPU Provinsi dan/atau peraturan perundang-undangan;
Bahwa ketentuan yang dilanggar disini adalah tidak menjalankan peraturan perundang-undangan. Maksudnya disini adalah Komisoner KPU Kota Buktinggi tidak menjalankan putusan Mahkamah Partai PAN dan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijde) yaitu Putusan Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang No. 108/Pdt.G/2018/PN.Pdg Jo Putusan Mahkamah Agung No.460 K/Pdt.Sus-Parpol/2019;
Pasal 520 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 menyebutkan :
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumenpalsu dengan maksud untuk memakai atau menJnrmh orangmemakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai suratatau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR,DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, untuk menjadiPasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimanadimaksud dalam Pasal 254 dalr Pasal 260 dipidana denganpidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda palingbanyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah);
Pasal 184 Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang menyebutkan “ Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolaholah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)’
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyebutkan” Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”;
Pasal 421 KUH.Pidana menyebutkan “ Pegawai Negeri yang dengan salah menggunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk membuat, tidak membuat atau membiarkan barang sesuatu, dipidana dengan pidana penjaraselama-lamanya dua tahun delapan bulan”
Demikian Pelaporan ini saya buat, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. (amr)