PADANG – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat secara resmi menyampaikan pemulangan perantau Minang dari Wamena, Jayawijaya dihentikan. Meski begitu gelombang itu masih mengalir, mereka pulang dengan mandiri.
Jumat, (10/10/2019) petang, Diar, (40) tiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), dia baru saja menjalani penerbangan jauh, dari Wamena ke Padang. Penerbangan itu lebih jauh dari Padang-Tiongkok, China.
Diar adalah satu dari puluhan perantau Minang dari Wamena pulang dengan biaya sendiri. Perjalanannya dari Sentani-Biak-Makkasar-Padang. Setidaknya dia menghabiskan Rp6 perorang untuk tiket, atau total Rp24 juta sekali jalan.
“Alhamdulilah, kami sampai juga di Padang,”sebutnya.
Diar tidak sendiri, dia memboyong istrinya Mila (30) dan dua anaknya Aira (10) dan Rafi (6).
“Kami pulang untuk melihat kondisi dulu, biar anak-anak tenang dulu,”katanya.
Diar memang tidak mengalami kekerasan fisik. Namun dia juga trauma dengan tragedi Wamena tersebut. Apalagi, Rafi anak bungsunya waktu itu baru saja diantarnya sekolah di Madarah Ibtidaiyah (MI) Arrahman, persis dekat dengan Makodim 1702 Jayawijaya. Dimana lokasi terjadinya tragedi yang menyebabkan banyak korban jiwa.
Diar punya rumah dan toko (Ruko) di jalan Irian. Tepatnya sekitar 1 km dari sekolah Rafi. Di Wamena, Diar punya usaha jualan kebutuhan makanan, terutama bahan pokok.
Tragedi itu meletus dekat sekolah Rafi. Massa yang tidak dikenal membabi buta, termasuk di dekat sekolah Rafi. Mendapati kabar itu, Diar tidak tenang. Hati separoh pasrah, bisa saja dia tidak bertemu lagi dengan anaknya.
“Itu saya sangat panik, saya tidak dapat bayangkan. Pikiran saya buntu. Untung dia diselamat oleh orang lain, diantar pulang,”sebutnya.
Pagi Berubah Mencekam
Diceritakan, Diar, hari itu masih pagi. Tepatnya tanggal 23 September 2019. Semua aktifitas masyarakat dimulai seperti biasa. Toko-toko mulai dibuka, sejumlah pembeli mulai datang.
Anak sulungnya, Aira sudah siap untuk diantar ke sekolah. Sekolah tidak jauh dari jalan Irian, Aira duduk dikelas empat SD Yapis Kota Wamena. Diar sedang antri mendapatkan bahan bakar kendaraannya.
“Disana itu beli bensin itu susah sekali. Tapi itu sudah biasa,”katanya.
Sebalikanya mengantar Aira, gilira Rafi diantar. Kondisi masih aman. Rafi sudah di sekolah. Diar pulang, untuk membuka ruko, siap-siap menggelar dagangan.
Dari kejauhan dia mendengar kegaduhan. Tapi tidak diacuhkannya. Karena, soal ribut dan saling lempar batu antar kelompok di Wamena itu sudah biasa. Jadi sudah menjadi hal biasa selalu ada gaduh, nanti juga tenang lagi.
Namun, kali ini gaduhnya sudah tidak biasa. Segerombolan orang datang membabi buta, informasinya beredar langsung dikalangan pedagang. Daerah lain di luar jalan Irian sudah ada pembakaran. Suasana langsung panik, Diar segera menutup rukonya.
Karena massa begitu beringas, semua penghuni jalan Irian menyelamatkan keluarganya. Semua toko ditutup. Yang perempuan bersembunyi, tidak didalam rumah, karena takut rumah dibakr.
Tak ingin mati konyol, warga justru melawan. Semua yang laki-laki sudah siap pula. Mereka tidak ingin rumah dan tokonya dibakar. Mereka siap melawan.
“Melihat kami menyiapkan diri semuanya, kami juga pegang semua senjata yang ada. Mungkin kami juga ramai, massa itu akhirnya meninggalkan kami,”katanya.
Selain itu, tempatnya tinggal juga dekat dengan pokso Brigadir Mobil (Brimob) dan TNI yang diperbantukan ke Wamena sebelumnya. Sehingga warga dibantu oleh aparat.
“Kalau tidak seperti itu, mungkin tempat kami itu juga dibakar,”katanya.
Setelah massa itu pergi, mereka kemudian mencari sanak saudaranya yang diluar lokasi. Diar mencari anaknya Rafi dan Aira. Akhirnya mereka pulang selamat dibantu warga lain.
Balik Lagi
Meski sudah membawa keluarganya pulang, Diar tidak berencana menetap di kampung. Lelaki tamatan SMP ini tetap akan balik ke Wamena.
“Apa usaha saya lagi, saya tidak bisa kerja di sawah, sekolah cuma tamatan SMP. Saya harus balik ke rantau,”katanya.
Diar pulang hanya menunggu kondisi benar-benar kondusif. Selain itu juga memindahkan anak-anak sekolah di kampung.
“Mungkin saya saja dulu yang balik, istri dan anak-anak tetap di kampung,”katanya.
Diar memang sudah memulai usaha di Wamena sejak 2005. Sekarang ada kerusuhan terparah yang dialaminya, setelah tahun 2000. Dia memboyong istrinya asal Bayang, Pesisir Selatan setelah menikah.
Hentikan
Pemprov Sumbar menyatakan sudah menghentikan pemulangan perantau dari Wamena, Jayawijaya, Papua, karena kondisi di Bumi Cendrawasih itu sudah mulai kondusif. Putri adalah yang terakhir.
“Pemerintah dan aparat keamanan sudah menjamin keamanan masyarakat di sana. Karena itu, untuk sementara kita hentikan pemulangan perantau,” kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang.
Menurutnya, Selasa (8/10) adalah hari terakhir untuk pemulangan perantau tersebut. Dijadwalkan ada dua gelombang yang pulang masing-masing 79 orang sekitar pukul 18.00 WIB menggunakan maskapai Garuda Indonesia, dan pukul 21.30 WIB sebanyak 27 orang dengan Lion Air.
Ia menyebut jumlah perantau yang dipulangkan ke Sumbar hingga saat ini berjumlah 596 orang. Jika ditambah dengan gelombang terakhir yang akan pulang jadi total 702 orang.
Dari jumlah itu, 232 perantau dibantu kepulangannya oleh ACT dan sisanya oleh Pemprov Sumbar menggunakan anggaran bantuan yang terkumpul dari masyarakat melalui rekening Sumbar Peduli Sesama.
Selain pulang ke Sumbar, sebagian perantau tersebut ada yang pulang ke daerah lain seperti Jakarta maupun Makasar. Kepulangan itu, sebagian juga tidak dikoordinasikan dengan Ikatan keluarga Minang (IKM) di Papua sehingga tidak terpantau.
Sementara yang menyatakan tetap tinggal di Papua sebanyak 213 orang. Mereka bertekad untuk kembali memulai hidup dan usaha di provinsi itu.
Nasrul mengatakan saat ini Pemprov Sumbar sedang membahas langkah lanjutan dari kepulangan perantau tersebut. Ada beberapa opsi yang bisa dilakukan karena anggaran masih tersisa. Salah satunya membantu modal bagi perantau yang masih menetap di Wamena.
Meski begitu, bagi yang pulang secara mandiri akan tetap dibantu sampai di kampung. “Kalau ada ingin pulang mandiri silahkan,”katanya.
Tutup Rekening
Pemprov Sumbar akan menutup rekening Sumbar Peduli Sesama untuk membantu korban kerusuhan Wamena, Jayawijaya, pada Jumat (18/10) pukul 23.59 WIB, agar rincian penggunaannya bisa segera dilaporkan pada masyarakat.
Setelah rekening ditutup, maka laporan keuangan yang akan dibuat bisa valid sehingga masyarakat terutama donatur yang telah menyumbang bisa melihat rincian uang masuk dan keluar secara transparan.
Pemprov Sumbar sebagai pengelola uang sumbangan itu terus berupaya menjaga transparansi, salah satunya dengan menginformasikan pergerakan uang di rekening melalui berbagai media.
Pada posisi Jumat (10/10) pukul 13.30 WIB, total uang masuk ke rekening Sumbar Peduli Sesama sebanyak Rp4,85 miliar. Dari jumlah itu telah dimanfaatkan untuk biaya tiket pesawat, uang santunan dan sewa mobil untuk perantau dari Wamena sebanyak Rp2,04 miliar. Karena itu, anggaran yang tersisa di rekening saat ini sekitar Rp2,80 miliar.(Bdr)
Comment