PADANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menggelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat secara Inklusif untuk Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Organisai Penyandang Disabilitas (OPEDIS), Selasa (1/10/19).
Antara lain melibatkan, Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Gerakan Tuna Runggu Indonesia, (GERGATIN) Himpunan Wanita Disabiltas Indonesia) yang berada di Kota Padang. Harapannya saat terjadi bencana, mereka bisa mengevakuasi dirinya sendiri atau bahkan membantu orang lain.
Musibah atau ujian bisa menghampiri siapa saja. Termasuk para penyandang disabilitas. Itu artinya, mereka juga harus memiliki upaya untuk mengurangi atau meminimalisir risiko bencana.
“Yang menginspirasi kami dari BPBD Kota Padang untuk melakukan ini, karena memang bencana itu semuanya bisa kena, termasuk teman-teman disabilitas,” kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang Dr. Edy Hasymi,M.Si saat menggelar pelatihan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Inklusif, Selasa (1/10/19).
Menurut Edy, pelatihan tersebut digelar untuk meningkatkan kemandirian dari Penyandang Disabilitas. Termasuk dalam proses evakuasi saat terjadi bencana.
Ia menambahkan, pelatihan tersebut penting untuk mengurangi ketergantungan penyandang disabilitas. Sebab tidak bisa dipungkiri, selama ini penyandang disabilitas lebih banyak menjadi objek evakuasi.
“Kalau kita bicara masalah evakuasi, individu kan berhak mengevakuasi, nah itu yang ingin kita capai. Bagaimana teman-teman bisa mengevakuasi dirinya dan menolong yang lain,” tambahnya.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Drs Henry MM mengatakan, pelatihan itu pesertanya yang merupakan penyandang disabilitas sebanyak 47 orang dan pelatihan dilakukan selama 2 hari di Whiz Prime Hotel diajak untuk memahami tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Khususnya banjir dan gempa.
Selain itu, mereka juga diajak praktik langsung. “Jadi apa yang kita perdengarkan ke mereka, itu yang akan kita sentuhkan ke mereka. Ini jalur evakuasi, ini suara sirine tanda bahaya,” lanjutnya.
Pelatihan PRB Inklusif dilakukan secara bertahap. Menurut Henry, penyandang disabilitas memerlukan waktu lebih lama untuk mengenal hal baru.
“Ini kan hal baru di kota Padang karena kita berpijak pada kejadian gempa di Chile yang mana jumlah korban jiwa turun drastis dari awal terjadinya Gempa dan Teunami 4 tahun setelah Gempa tsunami melanda bagaiamana Pemerintah setempat secara giat melakukan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sehingga kejadiannyapun tidak banyak merenggut korban jiwa, jadi untuk memasukkan hal-hal baru seperti ini butuh proses yang agak panjang. Jadi saat ini cenderungnya kita masih proses penyadaran, kenapa sih ada PRB inklusif,” ujar Henryi. (*/rjk)
Comment