PADANG – Penggunaan dana peremajaan sawit rakyat (PSR) masih minim. Dari total Rp30 triliun dana yang tersedia pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) hanya 11 persen yang terserap.
“Sayang hingga sekarang baru 11 persen dari PSR yang terserap, sementara itu adalah dana yang disediakan oleh pemerintah untuk petani sawit,”sebut Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia DPP (Apkasindo) Gulat Medai Emas Manurung, Kamis (29/8/2019) di Padang.
Dikatakannya, ada persoalan yang mengikat petani kelapa sawit menyebabkan minimnya serapan. Pertama lahan sawit petani mandiri pada umumnya berada dalam kawasan hutan. Sehingga tidak dapat diajukan untuk mendapatkan pinjaman.
“Masalahnya sekarang 52 persen lahan petani sawit mandiri ini ada dalam kawasan. Sekarang bagaimana pemerintah dapat memberikan keringanan terhadap ini,”ulasnya.
Dari jumlah itu, Sumbar pada 2019 ini sudah disetujui senilai Rp8,5 miliar untuk peremajaan sawit. Angka itu menempatkan Sumbar yang terbaik menyerap dana BPDP-KS.
Menurutnya, dari secara umum dari 116 kabupaten dan 20 provinsi pengurus Apkasindo semuanya adalah petani sawit mendiri. Semuanya menjadi penghasil sawit mendukung suplay tandan buah segar (TBS) bagi perusahaan kelapa sawit (PKS) milik perusahaan.
Diakuinya, Apkasindo memiliki sejumlah misi penting ke depan. Selain memperjuangkan peremajaan kelapa sawit petani mandiri. Apkasindo juga berjuang untuk menekan Uni Eropa untuk menghentikan pembatasan perdagangan sawit dunia.
“Selama ini Eropa sangat alergi dan berupaya untuk menekan harga kelapa sawit. Itu tidak lebih dari kampanye hitam memerangi sawit, dilakukan oleh NGO luar negeri,”sebutnya.
Menurutnya, selama ini perjuangan itu lebih banyak dilakukan oleh pengusaha kelapa sawit. Jika dengan menyertakan perjuangan petani, maka kemungkinan Eropa akan lebih mahfum.
“Jika Eropa tahu, bahwa sawit yang dijual di pasar global adalah hasil petani, mereka akan terima. Karena dari sawit itu bergantung ratusan ribu nasib petani, dengan itu kemungkinan ada penerimaan,”harapnya.
Apkasindo juga berharap pemerintah tidak menetapkan regulasi kewajiban bagi petani sawit mandiri harus memiliki sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Jika petani sawit harus memenuhi ISPO, maka tidak akan ada sawit petani yang bisa dijual. Karena PKS yang menampung sawit petani tidak punya ISPO akan dikenakan pidana.
“Ini bahaya, maka harga sawit petani akan lebih hancur, jika mereka diwajibkan punya sertifikat ISPO,”ulasnya.
Menyikapi itu, Gubernur Irwan Prayitno mengaku Apkasindo harus berjuang melindungi anggotanya. Karena dari sawit bergantung kehidupan ribuan petani.
“Apkasindo selaku wadah petani kelapa sawit harus mampu memperjuangkan anggotanya,”pungkasnya. (Bdr)
Comment