Ekonomi

Masroni, Mantan Sopir Taksi jadi Pengusaha Kulit Beromset Rp300 Juta/Bulan

591
×

Masroni, Mantan Sopir Taksi jadi Pengusaha Kulit Beromset Rp300 Juta/Bulan

Sebarkan artikel ini
Pegawai galeri Minangkayo diantara produk sepatu hasil pengrajin Padang Panjang.

PADANG PANJANG – Masroni, pria asal Kerinci, Jambi ternyata mendapatkan suskesnya di Kota Padang Panjang. Mantan sopir taksi ini kini menjadi pioner kerajinan kulit di Kota Padang Panjang.

Berbekal modal Rp1,5 juta, Masroni memulai usahanya di Lembah Anai, Tanah Datar. Potensi usaha itu dilihatnya setelah mendapati banyaknya pengunjung ke air terjun Lembah Anai.

Masroni mencoba peruntungan, dengan menyewa ruang sebesar enam kali dua meter. Berjarak sekitar 50 meter dari air terjun, plang nama seadanya berwarna biru putih dipasang.

Dia memilih nama ‘Kemal Kincai’. Namanya itu perpaduan asal daerahnya dengan asal sang isteri, yang mempunyai arti “Kerinci Malang”.

“Itu singkatan dari dua daerah asal kami,”katanya Minggu (23/6/2019).

Masroni awalnya adalah sopir taksi di Batam, mengadu nasib sejak berumah tangga. Di Batam Masroni sering mendapatkan penumpang wisatawan. Dia tahu betul apa yang diinginkan wisatawan, mulai dari jalan-jalan ke objek wisata, sampai oleh-oleh yang khas.

Belajar dari keinginan wisatawan ini, dia menilai usaha souvenir adalah lahan yang bagus. Pada 2009, Masroni pergi ke Bukittinggi. Kebetulan ada kakaknya yang sudah sedang menjalani usaha kerajinan.

Pada tahun itu juga dia membuka usaha di Lembah Anai. Hasilnya tidak mengecewakan, pelanggannya banyak. Usahanya terus maju.

Kemudian, akal kembali berjalan. Pada 2016 melihat potensi kulit di Kota Padang panjang, dia mencoba usaha kerajinan kulit. Mengikuti pelatihan melalui pembinaan dari Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Mikro (UKM) Kota Padang Panjang, Masroni juga bisa maju.

BACA JUGA  Semen Padang Raih Penghargaan Tertinggi Penanggulangan Covid-19 dari Kemnaker

Alasannya, Kota Padang Panjang merupakan tempat berkumpulnya penyamak kulit hebat di Sumbar. Kota itu juga menjadi lokasi pengumpul kulit sapi dan kambing sehingga bahan baku tersedia melimpah di sana.

Kota Padang Panjang juga memiliki banyak tempat pelatihan menjahit yang menghasilkan lulusan siap kerja yang merupakan potensi besar untuk diberdayakan.

Dua potensi itu selama ini seakan tersia-sia jika tidak ada usaha yang memanfaatkan. Kulit sapi kebanyakan diolah jadi kerupuk. Sebagian diolah setengah jadi dan dijual ke Jawa sebagai bahan dasar kerajinan kulit.

Kini Masroni sudah memiliki puluhan produk dari kulit. Mulai dari tas, sepati, jaket, sendal dan produk lainnya. Pelanggan Masroni tidak hanya di Kota Padang Panjang, namun sampai ke Malaysia.

Bahkan, setiap ada wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi, selalu mampir ke galerinya. Apalagi, Masroni menyediakan produk-produk yang tidak kalah dari produk di pulau jawa, baik secara model maupun kualitas.

“Kita juga berikan jaminan selama satu tahun bagi pembeli, jika rusak kami ganti baru,”katanya.

Untuk mendapati galerinya tidak sulit. Galerinya terletak hanya sekitar 100 meter dari jalan lintas sumatera Padang-Padang Panjang. Memang tidak terlihat dari pinggir jalan.

Tetapi mencarinya juga tidak terlalu susah, karena persimpangan menuju ke sana, dekat dengan persimpangan menuju destinasi paling dikenal di Padang Panjang, Minang Fantasi (Mifan).

Masuk ke simpang itu, dengan plang “MinangKayo” sekitar 50 meter, belok kiri 50 meter lagi kita akan mendapati galeri yang unik. Menariknya, kita akan langsung disambut senyum dan ucapan selamat datang dari pegawai galeri.

BACA JUGA  Mengejutkan, Kemiskinan Pessel Rangking II di Sumbar 

Galeri kulitnya bernama “Minangkayo”, berbeda dengan usaha souvenirnya di Lembah Anai. Menurutnya, Minangkayo untuk menjadikan produk galerinya itu menjadi khas dari Minangkabau.

“Ini tujuannya untuk menjadikan brand Minangkabau, karena memang dikerjakan disini, termasuk dukungan dari pemerintah,”ulasnya.

Untuk bahan baku kulit, dia menggunakan kulit sapi dan kambing. Biasanya produk yang dibuat dari kulit kambing lebih mahal dari kulit sapi. Seperti sandal dari kulit kambing dibandrol Rp120 ribu/pasang, sementara dari kulita sapi hanya Rp80 ribu/pasang.

Begitu juga dengan jaket, jika berbahan dari kulit sapi hanya berkisar Rp1,5 juta sampai Rp2 juta. Sedangkan yang berbahan dari kulit domba, satu jaket bisa dibandrol Rp3 juta, itu kelas satunya.

Memiliki kualitas kulitnya yang terasa halus serta jahitan yang sangat rapi memberi jaminan produknya.
Khusus untuk model, Masroni sudah malang melintang di Pulau Jawa untuk menuntut ilmu mengolah kulit sapi dan kambing untuk dijadikan kerajinan yang berkualitas. Banyak yang dipelajarinya sebelum kembali ke Padang Panjang untuk membuka usaha kerajinan kulit tersebut.

Meski tidak memproduksi banyak, namun ia mengusahakan supaya produksi bisa dilakukan setiap hari sehingga tenaga kerjanya bisa terus menerus berproses dan makin mahir membuat beragam model dan desain.

Dua tahun berjalan, usaha itu berkembang pesat. Ia bisa memproduksi 15-20 pasang sepatu, lima buah tas dan 1-5 jaket dalam sehari, Produksi itu bisa ditingkatkan jika benar-benar dibutuhkan.

BACA JUGA  Hubungi PUPR Langsung Soal Tol Padang-Pekanbaru, Athari Gauthi: Dihentikan Sementara

Hampir setiap hari ada minimal tiga bus pariwisata yang membawa tamu dari luar negeri, Singapura, Malaysia dan negeri jiran lainnya yang singgah di galeri itu.

Wisatawan asing itulah yang kemudian menjadi konsumen utama galeri “Minang Kayo”.

Kini galeri kulit Minankayo memperoleh omset Rp300 juta perbulannya. Saat ini Galeri Minang Kayo mempekerjakan delapan orang karyawan pelayanan dan tujuh orang tenaga kreatif di bengkel kerja. Tenaga kerja kreatif itu bisa ditambah jika pesanan tiba-tiba membludak.

Hal yang menjadi pembeda “Minang Kayo” dari usaha lain yang serupa adalah menerima “pesanan kilat”. Wisatawan yang datang bisa memesan semua item yang mereka inginkan sesuai keinginan dan desain sendiri.

Harga yang diberikan kepada pelanggan juga disesuaikan dengan kualitas dan bahan yang digunakan. Untuk sepatu misalnya dimulai dari harga Rp200 ribu hingga Rp1 juta. Namun untuk bahan dan desain standar harga rata-rata adalah Rp350 – 600 ribu. Sandal juga dimulai dari harga yang relatif murah Rp120 ribu.

Masroni juga membuka diri untuk kerjasama dengan pihak lain yang ingin menjadi “reseller” seluruh produknya. Saat ini ia hanya mengisi di galerinya di Padang Panjang dan tempat kakaknya di Bukittinggi. Di daerah lain termasuk Padang belum ada.

“Kalau bisa Kota Padang. Kita terbuka untuk semuanya. Sistem kerjasamanya juga bisa kita bicarakan agar sama-sama untung,” katanya. (bdr)

Comment